This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
12 Juni 2013
Rabu, Juni 12, 2013
Unknown
Senada dengan kitab al-Furu’,
di dalam kitab al-Inshaf fi Masa'il al-Khilaf disebutkan bahwa Syekh
Abdul Qadir al-Jailani menulis di dalam kitabnya al-Ghuniah,
sesungguhnya Allah memilih empat bulan di antara bulan-bulan, yaitu Rajab,
Sya'ban, Ramadlan, dan Muharram, dan Allah memilih bulan Sya'ban sebagai bulan
Nabi, seperti halnya nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah
paling utama dari para nabi, maka bulannya adalah bulan yang paling utama.
Memasuki bulan Sya'ban yang pada tahun ini bertepatan
dengan tanggal 10 Juni 2013 patutlah kita membuka kembali jejak masa lalu, apa
yang dilakukan oleh nabi Muhammad saw, seperti apa ibadahnya di bulan itu, dan
sudah sesuaikah kita dalam meniru perbuatan dan ibadahnya. Tak sedikit orang
yang menganggap bahwa setiap bulan itu biasa-biasa saja, tidak ada yang
istimewa, tak sedikit pula yang mengetahui ada waktu yang diistimewakan oleh
Allah subhanahu wa ta'ala namun disambut dengan biasa-biasa saja tanpa
ada peningkatan amal ibadah, namun tak jarang dari kita yang ingin mengambil
kesempatan dari waktu-waktu yang istimewa dengan memperbanyak amal ibadah, akan
tetapi karena kekurang-tahuan dalam masalah agama menyebabkan ibadah kita
kurang sesuai dengan tuntunan syari'at.
Rasulullah saw sendiri sebagai barometer utama umat Islam di
dalam bulan Sya'ban memperbanyak berpuasa dari pada bulan-bulan yang lain
(selain bulan Ramadlan), puasa beliau di bulan lain tidak sebanyak yang beliau
lakukan di bulan Sya’ban. A'isyah ra berkata :
وما رأيته أكثر صياما منه من شعبان
(رواه مسلم)
Artinya: "Dan
aku tidak pernah melihatnya (nabi Muhammad saw) memperbanyak puasa (di bulan
lain) daripada bulan Sya'ban." (HR. Muslim). Puasa di bulan Sya'ban di dalam keutamaannya
menempati urutan kedua setelah puasa bulan Ramadlan. Amal perbuatan diangkat ke
langit untuk dihadapkan kepada Tuhan, dan malaikat maut mencatat pada bulan
Sya'ban setiap orang yang hendak dicabut nyawanya, itulah alasan mengapa
Rasulullah saw memperbanyak berpuasa di bulan tersebut seperti hadits yang
diriwayatkan oleh al-Muhib al-Thabari. Juga hadits riwayat Usamah, ia pernah bertanya kepada Nabi: Wahai
Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa di bulan-bulan lain seperti
halnya engkau berpuasa di bulan Sya’ban? menjawab Nabi Muhammad saw, Sya’ban
adalah bulan yang dilupakan manusia yang ada di antara bulan Rajab dan bulan
Ramadlan, di bulan itu setiap amal dihadapkan kepada Tuhan semesta alam, maka
aku ingin ketika amalku dihadapkan aku sedang berpuasa. (HR.
al-Nasa’i dan Abu Daud).
Nishfu
Sya'ban
Daripada
malam-malam lain di bulan Sya'ban, malam tanggal lima belas adalah yang paling istimewa. Malam
yang masyhur dengan sebutan Lailah Nishfi Sya'ban (malam separuh bulan
Sya'ban) ini dipenuhi kucuran rahmat dan ampunan, pintu langit dibuka siap
menyambut hamba-hamba Allah azza wa jalla yang sudi menengadahkan tangan
meneteskan air mata untuk berdoa, bersujud memohon ampun serta memperbanyak
berdzikir mengingat Allah.
Di dalam hadits shahih Imam Ibnu
Hibban meriwayatkan perihal keutamaan malam kelima belas bulan Sya'ban, berkata
A'isyah istri Rasulullah saw; suatu ketika Rasulullah tidak ada di rumah,
beliau pergi entah kemana, kemudian aku mencarinya keluar, ternyata beliau
berada di suatu tempat bernama al-Baqi' tengah mengangkat tangan keatas, begitu
melihatku beliau bertanya; apakah kamu takut Allah dan Rasulnya berbuat tidak
adil kepadamu?, aku menjawab; Aku hanya menyangka engkau bersama istrimu yang
lain, kemudian beliau bersabda; Sesungguhnya (rahmat) Allah pada malam Nishfu
Sya’ban turun ke langit dunia, maka Allah mengampuni dosa melebihi
banyaknya bulu domba milik bani Kalb (pada waktu itu tidak ada yang memiliki
domba sebanyak bani Kalb).
Hadits di atas menunjukkan
disunatkannya memperbanyak ibadah, berdoa, ziarah kubur, mendoakan mayit dan
segala macam ibadah lain di malam tersebut selama tidak bertentangan dengan
tuntunan syari’at. Yang membedakan malam Nishfu
Sya’ban dengan malam-malam yang lain adalah di malam itu mulai dari
tenggelamnya matahari sampai terbitnya fajar dipenuhi rahmat Allah, bukan hanya
di sepertiga malam yang akhir. Bentuk ibadah yang sunat dilakukan bukan
khusus ibadah shalat saja, akan tetapi disunatkan memperbanyak segala macam
bentuk ibadah. Sedangkan di dalam kitab Kanzu al-Najah wa al-Surur di
sunatkan untuk membaca surat
Yasin tiga kali.
Terjadi perbedaan pendapat di antara
para ulama tentang masalah shalat yang khusus dilakukan di malam Nishfu
Sya’ban (dengan niat shalat Nishfu Sya’ban dan dengan cara-cara
khusus, seperti jumlah rakaat seratus), tepatnya antara ulama ahli fiqih dengan
ulama sufi (tasawwuf) saling berselisih paham tentang hukum shalat Nishfu
Sya’ban, shalat yang dilakukan seratus rakaat di malam Nishfu Sya’ban. Di antara yang mewakili ulama ahli fiqih adalah Imam Nawawi, al-Subuki,
Ibnu Hajar, mereka mengatakan bahwa walaupun disunatkan memperbanyak ibadah di
malam tersebut, akan tetapi mengkhususkan shalat dengan cara tertentu untuk
malam Nishfu Sya’ban adalah bid’ah Madzmumah (bid’ah tercela),
keluar dari tuntunan yang ditetapkan syari’at, shalat tersebut baik dilakukan
secara berjamaah maupun sendirian hukumnya haram dan tidak sah, adapun
hadits-hadits yang mensunatkannya adalah hadits-hadits maudlu’.
Sedangkan Imam al-Ghazali, Ali al-Qari, Abu
Thalib al-Maki mengatakan seratus rakaat di malam itu adalah sunat berdasar
beberapa hadits, mereka menyangkal bahwa bukan berarti tidak diketahuinya
beberapa periwayat hadits menyebabkan ke-maudlu’-annya, hendaklah
hadits-hadits itu dihukumi dla’if (lemah), dan sudah menjadi kesepakatan
ulama bahwa menggunakan hadits dla’if untuk amalan-amalan sunat adalah
boleh. Bahkan Imam Abu al-Laits mengatakan “Jangan didengar pendapat yang
mencaci (terhadap shalat Lailatul Qadar dan shalat Nishfu Sya’ban), sebab
mereka tidak merasakan manisnya bermunajat, dan syahdunya ibadah.” Sedangkan pendapat lain yang menengah-nengahi adalah pendapat dari
madzhab Hanafi yang mengatakan boleh dilakukan dengan syarat sendirian (tidak
berjamaah).
Sebenarnya para ulama yang
mengharamkannya sudah memberi solusi jika kita ingin pada malam Nishfu
Sya’ban tersebut diisi dengan ibadah shalat yang sesuai dengan tuntunan
syari’at dan berdsar pada dalil yang jelas, yakni dengan cara shalat sunat
biasa (mutlak) sebanyak-banyaknya, atau shalat tahajjud jika kita bangun
tidur, yang penting tidak usah diniati shalat Nishfu Sya’ban. Dengan
cara seperti itu shalat kita tidak dipertentangkan keabsahan dan kesunatannya. Absh
14 Mei 2013
Selasa, Mei 14, 2013
Unknown
Prosesi Tajhiz Mayit |
Pondok
Pesantren adalah satu-satunya lembaga yang menuntut seseorang membuka kedua mata untuk memandang
masa depan dengan cerah, mengajarkan untuk memanfaatkan hidup di dunia dengan
se
baik-baiknya, tanpa sedikitpun melupakan akhirat yang lebih panjang perjalanannya.
Walau pondok pesantren hanya dipandang sebelah mata, karena
tak mampu mencetak “D”, “S” dan sesamanya. Namun dalam pandangan masyarakat umum, santri jauh lebih
disegani, hal ini nampak dari aktifitas kemasyarakatan yang pada umumnya di
handle oleh para santri, misalnya guru TK/RA, guru-guru agama SD/SMP dan lain
sebagainya, bahkan dalam hal ini santri jauh lebih berpotensi, meski tidak
pernah belajar di perguruan tinggi.
Memang untuk saat ini pemerintah hanya menggembar-gemborkan
gelar, yang gurunya harus minimal S1-lah, yang penghulunya
harus SH-lah,
inilah, itulah, yang jelas tidak masuk akal sehat.
Dalam melancarkan propagandanya, pemerintah menjanjikan honor yang lebih tinggi
atau lapangan kerja yang mudah didapat dengan “S”. Ironisnya, para santri termakan oleh iming-iming “dunia” pemerintah.
Hai sahabat seperjuangan! mengapa harus santri yang kalah dengan pemerintah. Harusnya santri tetap teguh pendirian, bahwa santri bisa berdiri tegak tanpa uang pemerintah. Bukan saatnya kita semboyan “mengalah
bukan berarti kalah”. Tapi harga diri, ketika kita meng-iya-kan program
pemerintah, itu berarti kita telah menukar muru’ah (harga diri) santri, karena
ustadz bukan hasil dari “kejar paket”.
Sepintas memang masuk akal jika dimakan mentah-mentah dalih pemerintah yang mengharuskan
pendidikan guru baik RA/MI minimal S1, agar supaya kualitas murid lebih baik. Namun pada kenyataannya hal ini sangat
tidak terbukti, karena pemerintahpun ikut andil dalam memanipulasi gelar dengan
“kejar-kejaran” atau sekolah paket. Tahukah anda mengapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya
ada pada selembar kertas, ya, dengan uang seseorang bisa membeli sebuah gelar. Lalu siapa yang akan bertanggungjawab dengan guru gelar
“S” instantnya yang sangat tidak berbobot, sedang pemerintah tidak mau tahu
dengan hasilnya, karena mereka terlalu enak duduk di kursi dan tidak mau terjun
ke lapangan. Bahkan
dengan keangkuhannya hanya bisa bersikeras “Seng jelas kudu S1”.
Subhanallah.......
Pemantapan Akidah Aswaja |
Lalu mau dibawa kemana Bangsa Indonesia kedepannya?
Harusnya jika demi potensi generasi yang menjadi dalih,
pemerintah bisa melakukan tes kelayakan guru, bukan hanya membuka peluang
dengan hanya memandang gelar atau nilai ijazah yang tidak murni dihasilkan dari
kerja otaknya. Ada pula yang mengemukakan alasan agar
Bangsa Indonesia tidak dipandang rendah oleh bangsa lain. Ok! Hal ini juga
sepintas masuk akal, namun jika manipulasi gelar itu masih terus berlangsung,
apakah tidak lebih memalukan dunia pendidikan!. Cobalah kita menengok, bagaima Jepang
bisa menjadi nomer wahid di dunia teknologi? Karena mereka menomer-satukan
kemampuan daripada hanya sebuah gelar fiktif.
Berdiri Sendiri
Tugas
seorang santri saat ini adalah
berdiri tegak tanpa menggantungkan
diri kepada pemerintah. Biarkan saja pemerintah menganggap jebolan pondok pesantren hanyalah guru spiritual yang lugu. Namun kita buktikan bahwa santri lebih profesional dan tidak ketinggalan jaman. Maka wahai santri, tetaplah kita pertahankan ijazah
tak bergaruda kita, mari kita buktikan bersama-sama bahwa kita lebih layak. Yakinlah
bahwa Santri jauh lebih banyak yang potensial daripada hanya sekedar “S”.
Tujuan Mencari Ilmu
Apa yang dikejar dalam sekolah pencetak gelar?, hanya sebuah materi yang nilainya hanyalah sebuah bentuk
kepuasan dunia. Banyak para santri yang sudah menjadi guru disegani dan dihormati,
tetapi masih kurang puas dengan apa yang ia dapat hingga harus jatuh bangun
sekolah kejar-kejaran demi sebuah kucuran dana yang dijanjikan oleh pemerintah
yang lambat laun tanpa sadar akan membuahkan ketamakan.
Karena, selain pondok pesantren yang kata orang ketinggalan
jaman, tidak ada lembaga-lembaga yang mengajarkan bahwa dunia ini adalah milik
orang-orang yang meninggalkannya, dunia akan terasa luas bagi orang yang puas
dengan apa yang ia dapat. Pondok pesantren mengajarkan,
inilah kami para santri dengan budaya santri yang tampil apa adanya.
Ketulusan
Santri! Ketahuilah bahwa “santri” dengan
sendirinya sudah menjadi maha sarjana meski tanpa gelar “S” atau sesamanya. Disadari
atau tidak, “S” hanyalah sebuah sarana di mana fulus menjadi mulus, bukan
sebuah gelar yang disandang dengan ikhlas dan tulus. Terbukti ketika santri hanya menyandang gelar ustadz
dengan bisyaroh yang apa adanya, mereka akan berucap syukur alhamdulillah.
Namun, demikian itu akan berubah saat “S” sudah menjadi gelar tambahan mereka.
Lalu dengan realita seperti ini, apakah
mereka tidak segan mengatakan bahwa “GURU adalah PAHLAWAN TANPA TANDA
JASA”. Sedang sekolah-sekolah yang kini sudah mendapatkan dana BOS
(Biaya Operasional Sekolah) masih saja memungut dana yang katanya untuk
pembayaran kegiatan ekstra kurikuler yang cukup memberatkan. Memang ilmu itu
mahal, tapi mereka yang berkehidupan pas-pasan, hal itu akan sangat membebani
diluar kemampuan mereka, sehingga banyak siswa yang tidak mampu berhenti sekolah,
mereka tidak bisa lagi mengenyam pendidikan yang sangat mahal hanya karena
keserakan orang-orang yang tak berperasaan.
Jangan
mengira bahwa ijasah tanpa garuda tidak bisa terbang tinggi, karena ijasah
kita adalah ayat:
يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين اوتوا العلم
درجات
Ayat di atas memiliki arti jauh lebih tinggi dan abadi serta jauh lebih
mengangkat martabat penuntut ilmu daripada garuda yang takkan lagi mampu terbang tinggi saat
sayapnya rapuh dan hanya berumur sementara. Dalam hal ini sama
sekali saya tidak bermaksud meremehkan atau menyepelekan lambing-lambang Negara
sedikitpun. Namun,
hanya mencoba menyelaraskan pemikiran
tentang anggapan-anggapan miring mengenai ijasah ber-garuda vs ijazah ber-ayat
Al-Qur’an. Dari sudut
pandang yang mana ijasah tersebut dikatakan tidak dapat dipertanggung-jawabkan
kualitas dan kuantitasnya? padahal ijazah itu jelas diraih oleh para santri
dengan Study Full Day, riyadloh, dan tanpa contek-menyontek
massal. Hal ini jelas berbeda dengan ijazah Garuda yang sudah
menjadi rahasia umum bahwa ijazah tersebut diraih dengan cara yang curang.
Belum lagi kelakuan para siswa yang sering keluyuran dijalanan, urak-urakan,
menyia-nyiakan waktu mereka demi kesenangan yang mereka buat sebagai dalil penghilang
stress, lalu
inikah yang akan menjadi masa depan bangsa yang dapat dibanggakan?. Tidakkah lebih bermanfaat jika penghilang stress itu
adalah istirahat di rumah, sholat, mengaji atau apalah yang lebih bermanfaat
dan lebih bisa mengangkat harkat dan martabatnya.
Demi Agama, Bangsa dan
Negara
Indonesia
adalah negara bodoh, negara miskin, negara pembantu, dan negara pengemis. Itulah
predikat yang sering didapatkan oleh Bangsa Indonesia dari
negara tetangga. Sungguh menyayat hati, namun bagaimana mungkin negara-negara lain tidak mengatakan Indonesia adalah negara yang bodoh, sedang kita memang
mudah dikibuli.
Jika
seseorang dikatakan sebagai
orang yang bodoh, sebodoh apapun dia saya yakin dia tidak akan terima, bahkan ia akan menepis semua tuduhan-tuduhan tersebut dengan menunjukkan
kelebihan-kelebihan
yang
ada pada dirinya. Lalu mengapa hal ini tidak dilakukan untuk bangsa dan negara, tidakkah kita tahu bahwa cinta kita pada negara adalah sebagian dari iman. Cinta bukan hanya setia
menemani, namun harus dibuktikan dengan sikap yang patut dibanggakan oleh negara yang kita cintai. Agar tidak ada
sedikitpun alasan bagi mereka untuk melecehkan bangsa kita.
Namun,
melihat fakta yang terjadi pada kebanyakan muda-mudi bangsa kita, jelas tidak
akan bisa membawa negara ini pada keadaan yang lebih maju. Karena tidak ada
keseimbangan antara pendidikan akhlak dan agama dengan pendidikan umum.
Mari kita buka hati kita untuk menanamkan rasa
bahwa Indonesia milik kita bersama, entah itu “S” ataupun Santri. Dan Engkau wahai
Santri! Pertahankan apa yang terbaik milik kalian demi agama, bangsa dan
negara. Yakinlah bahwa engkau adalah generasi terbaik dan pantas dibanggakan.**DYN
Selasa, Mei 14, 2013
Unknown
KH. Mas Subadar adalah tokoh ulama’ yang
dikenal ahli bahtsul masa’il atau diskusi masalah agama, terutama bidang fiqh.
Selain itu juga dikenal sebagai Ulama’ yang ahli ilmu falaq atau astronomi. Hal itu merupakan karunia Allah
yang ia terima sebab jerih payahnya menuntut ilmu sewaktu masih muda. Beliau di
kenal sebagai pemuda yang ulet, giat dan rajin belajar. Hari-harinya selalu
disibukkan membaca dan berfikir lil ilmi. Karena itulah beliau selalu dekat dan disayang oleh
para gurunya.
Pada tahun 1921 M, beliau
dinikahkan dengan nyai Maimunah, putri dari KH. Aly Murtadlo yang ke-6,
sekaligus sebagai nahkoda generasi ke II pondok pesantren Besuk setelah vakum
beberapa bulan (100 hari) sepeninggal Al-Maghfurlah KH. Aly Murtadlo. Beliau
dikaruniai delapan keturunan, dua orang pria dan enam perempuan. Setelah
menunaikan ibadah haji beliau berganti nama KH. Baqir.
1. Tentang Mbah Badar
Hadratussyekh KH.
Mas Subadar atau KH. Baqir berasal dari desa Kajen kecamatan Watusalak
kabupaten Pati Jawa Tengah. Terlahir pada tahun 1889 M. Beliau merupakan cucu
ke delapan dari Mbah Mutamakkin, seorang
Ulama' yang dikenal oleh masyarakat daerah Jawa Tengah sebagai waliyullah.
Beliau menjadi yatim setelah ditinggal wafat ayahanda kyai Tasmin ketika
melaksanakan ibadah Haji di tanah haram. Baqi' al-Ghorqot, makam umum tanah
suci yang menjadi tempat peristirahatan terakhir kyai Tasmin. Semenjak itu beliau diasuh oleh pamannya
sekaligus menjadi gurunya.
2.Masa mencari ilmu
Semenjak kecil kyai
Mas Subadar belajar al-Qur'an dan ilmu agama lainnya kepada paman-pamannya
sendiri. Diantaranya, Kyai Abdulloh Salam dan Kyai Sirojuddin. Berkat
kecerdasan yang dimilikinya beberapa pelajaran dasar fiqh seperti kitab Sullam
Safinah, Sullam Taufiq dan Fathul Qorib telah hatam dengan pemahaman yang
tinggi. Sedangkan dibidang ilmu alat, beliau telah menguasai dengan baik
kitab-kitab seperti; Sharraf, Jurumiyah, dan 'Imrity. Setelah itu beliau
diperintahkan sang paman untuk menimba ilmu kepada al-Mukarrom kyai Kholil
Rembang Jawa Tengah, untuk mendalami kitab al-Fiyyah Ibnu Malik. Disana beliau
dikenal sebagai santri yang sangat rajin, ulet dan pintar, sehingga kyai Kholil
sang guru sangat menyayanginya.
Mengerti akan
kemampuan dan adanya benih-benih berkualitas dalam diri muridnya itu, Kyai
Kholil memerintahkan agar beliau meneruskan ngaji ke sahabatnya di Jawa
Timur yaitu al-Mukarrom KH. Nawawi Sidogiri Kraton Pasuruan. Perintah gurunya
(kyai Kholil) dijunjung tinggi dan dilaksanakan. Pagi hari yang ceria itu
dengan menumpang kereta api beliau berangkat ke Pasuruan mencari pondok
pesantren Sidogiri dan seorang ulama' besar yang bernama al-Mukarrom KH. Nawawi
Sidogiri.
Pada saat matahari
hampir tenggelam, Kyai Mas Subadar sampai di stasiun pasuruan. Beliau
menapakkan kakinya di stasiun itu untuk mencari seseorang yang akan memberi
tambahan ilmu pada dirinya. Karena di kota santri inilah guru yang beliau cari
tinggal. Gontai melangkah pasti mencari masjid yang tidak jauh dari stasiun (+1km)
untuk melaksanakan shalat Maghrib dan lepaskan kepenatan setelah seharian
terpaku dibangku kereta. Selesai shalat, ia keluar dari masjid dengan wajah
yang nampak kebingungan. Kemana ia harus melangkah, maklum saja dia baru pertama
kali menapakkan kakinya di tanah kelahiran Untung Surapati, sang pahlawan
Pasuruan itu. Melihat kebingungan pemuda asing itu al-Mukarram Kyai Yasin
(Kebonsari Pasuruan kerabat dekat ibu nyai Khairatun) tak sampai hati
membiarkannya tersesat. Beliau hampiri dan menegur pemuda itu, seraya menyapa
dari mana dan hendak kemana. Pengembara muda itu menanggapi dan menceritakan
tujuannya bahwa dia bermaksud untuk mondok
dan nyantri ke pondok Sidogiri. Karena sudah malam dia dipersilahkan
singggah dan menginap di kediaman kyai Yasin-Kebonsari. Pagi harinya, pemuda
pemburu ilmu itu diantarkan ke pondok Sidogiri. Sejak saat itu ia resmi menjadi
santri kyai Nawawi Sidogiri.
Diakui
banyak orang bahwa Kyai Subadar memang pemburu ilmu sejati. Seakan tidak ada peluang
untuk tidak belajar. Bukan hanya bidang alat dan fiqh yang beliau geluti,
ilmu falaq pun tak luput dari
incarannya. Setiap hari pulang pergi dari Sidogiri ke desa Sladi beliau jalani
dengan penuh rasa ikhlas dan semangat yang tinggi, hanya dengan satu tujuan:
adalah menuntut dan mendapatkan ilmu, menghilangkan kebodohan agar selalu bisa
melangkah dijalan yang diridloi Allah SWT. Di desa Sladi inilah beliau
memperdalam ilmu hisab dan ilmu falaq dari kyai Hasan Asy’ari (adik sepupu KH.
Aly Murtadlo). Juga dari Sladi ini, beliau mengenal kyai Mas Ahmad Zahid putra
Hadrotussyeh KH. Aly Murtadlo. Semenjak itu beliau sering mampir ke Besuk dan
semakin dekat hubungannya dengan kyai Hasan Asy’ari dan kyai Zahid
3.Menjadi penerus\
pengasuh generasi II pondok besuk
Tak terelakkannya
kevakuman beberapa saat sepeninggal KH Aly Murtadlo adalah karena belum ada
figur yang siap menjadi penggantinya. Akhirnya, keluarga Besuk berinisiatif
untuk mengadakan rapat guna membahas masa depan pondok yang mulai berkembang
itu. Mereka yang terlibat antara lain adalah Ibu nyai Khairatun (istri KH. Aly
Murtadho), kyai Zahid (putra KH. Aly Murtadho ) kyai Hasan Asy'ari (adik sepupu
KH. Aly Muratdho). Kyai Yasin- Kebonsari (kerabat dekat nyai Khairatun) untuk
mencari pengganti sang ayah sebagai pengasuh pondok Besuk dengan menjodohkannya
dengan putri kyai Aly yang bernama Maimunah (lahir pada tahun 1900 M.)
.
Takdir memang di tangan Allah. Kyai Hasan Asy'ari (sepupu kyai Aly Murtadlo sekaligus
guru kyai Badar) menjadi mediator terjalinnya pernikahan. Beliau bersama Kyai
Zahid pergi ke Sidogiri menemui kyai Nawawi agar mencari salah satu santrinya
yang siap menikah dan mampu menjadi pengasuh pondok Besuk. Secara sepontan kyai
Nawawi langsung menunjuk santrinya yang bernama Badar asal Kajen-Pati-Jawa
Tengah. Tanpa melalui proses yang lama kyai Badar dinikahkan dengan nyai
Maimunah dan menjadi pengasuh pondok pesantren Besuk priode II.
Sebetulnya kyai Subadar sudah
mengenal kyai Aly Murtadlo semenjak mondok di Sidogiri, bahkan sudah
pernah sowan. namun beliau belum tahu siapa kyai Aly Murtadlo sebenarnya,
beliau hanya tahu kalau mertuanya itu adalah seorang sufi yang suka menyendiri
tidak banyak bicara yang ahli beribadah,
itu saja. Beliau baru mengetahui siapa mertuanya sebetulnya, ketika beliau
melihat beberapa kitab peninggalan mertuanya yang di letakkan di lemari.
Terkejut dan terperana beliau melihatnya, sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya: Subhanallah ternyata kyai Aly Murtadlo bukan hanya seorang pertapa
yang sufi saja, tapi lebih dari itu, adalah orang 'alim 'allamah (amat
sangat berilmu tinggi) yang mastur oleh sikap tawaddu'nya. Kyai Badar membuka
kitab-kitab mertuanya yang di penuhi dengan ta'liqat-ta'liqat berbahasa arab,
diantaranya; kitab Tafsir Jalalain, al-Iqna' dan Bujairimi 'Ala al-Manhaj dan
sebagian kitab-kitab tersebut masih tersimpan rapi di ndalem Hadratussyekh
KH. Muhammad Subadar. Di era itu, kitab-kitab tersebut dibilang langka di
Indonesia. Dari situlah beliau tahu bahwa mertuanya itu murid dari Ulama' besar
Syekh Abu Bakar Syatho pengarang kitab I'anatut Tholibin. Dan sampai sekarang kitab
I'anatut Tholibin menjadi salah satu pelajaran pokok di pondok Besuk.
5. Kyai Subadar memenuhi panggilan Allah
Di masa Hadratussyeh KH. Mas
Subadar mengasuh pondok Besuk, banyak perubahan dan kemajuan terukir di wajah
pondok ini. Setapak demi setapak melangkah perlihatkan jatidiri dan
kedewasaannya. Beliau disamping Faqih (ahli Fiqh) juga dikenal ahli dalam
bidang ilmu falaq (astronomi) dan ilmu hisab (matematika). Dengan keahliannya
itu roda ifadah wa-ta'lim (aktifitas dan studi) berputar lebih mantab,
santri-santri berdatangan untuk menuntut dan memperdalam ilmu hisab dan ilmu
falaq, mereka kebanyakan berasal dari Jawa Tengah dan Jember. Walhasil tersebar
luas ahli-ahli ilmu hisab dan astronomi di pelosok Jawa terutama Jawa Timur.
al-Marhum kyai Manan Manggisan-Tanggul-Jember yang kemudian mempunyai murid
kyai Abdul Mu'thi Bangil-Pasuruan, Syayid Muhammad dari Malaysia dan KH.Achmad
Baidlowi Yokyakarta adalah diantara sekian banyak Alumni yang memperdalam ilmu
hisab dan astronomi di pondok pesantren Besuk asuhan kyai Mas Subadar. Beliau
telah menciptakan historika pondok Besuk selangkah lebih maju.
Dua
puluh satu tahun berlalu pondok Besuk dalam mata dan jiwanya. Langkah-langkah
kemajuan telah diukir jelas dalam sejarahnya. Sampai penghujung tahun 1362 H /
1942 M, tepatnya pada usia 53 tahun, Al-Maghfurlah KH. Mas Subadar pergi untuk
selamanya memenuhi panggilan Sang Pencipta. Inna lillahi Wa'inna Ilaihi
Roji'un. Kepada Allah SWT jualah semuanya berpaling dan kembali
Selasa, Mei 14, 2013
Unknown
KH.
Ahmad Djufri adalah salah satu tokoh ulama' besar di Pasuruan.
Nama besarnya sudah dikenal oleh masyarakat di seluruh pelosok wilayah
Pasuruan, bahkan sampai keluar daerah. Beliau di samping terkenal alim juga
dikenal sebagai kiyai yang cerdas dalam membaca perkembangan zaman. Dunia
politikpun membaur dalam kesibukannya, Beliau pernah duduk sebagai wakil rakyat
di Pasuruan mewakili partai NU, maka tidak mengherankan jika beliau di segani
para pejabat. Yang paling menonjol dalam pergaulannya adalah kedekatan yang
luar biasa dengan para habaib (ahlul bait). KH.
Ahmad Djufri dilahirkan di kota pasuruan pada tahun 1317 H. oleh pasangan suami
istri KH. Djufri dan nyai Hj. Sulhah. Semenjak kanak-kanak pendidikannya
ditangani langsung secara intensif oleh kedua orang tuanya, hingga beliau
menghatamkan Al-Qur'an pada usia yang masih dini.
Pada
tahun-tahun berikutnya beliau lalui masa remajanya dengan tanpa henti menuntut
berbagai disiplin ilmu agama dari berbagai guru dan para Ulama' ternama di
zamannya. Di antara guru-gurunya adalah; Syekh Abdulloh bin Yasin (Kebonsari),
Kyai Toyib (Bugul Pasuruan), Kyai Dahlan (Sukunsari), Kyai Nawawi (Sidogiri),
Kyai Khozin (Siwalan Panji Sidoarjo), KH. Hasyim Asy’ari (Tebu Ireng Jombang)
dan lain-lain. Konon KH. Ahmad bin Djufri ini sangat di cintai oleh
KH. Khozin Panji-Sidoarjo. Ketika beliau mondok di sana, sering kali beliau
diperintah gurunya untuk menjawab masalah keagamaan yang rumit, bahkan beliau
dipercaya untuk membacakan pengajian tafsir Jalalain. Beliau juga orang pertama
yang berinisiatif mengadakan majelis pembacaan kisah Isra'mi'raj di pesantren
yang sebelumnya tak pernah diadakan kegiatan itu.
Beliau memiliki kesenangan khusus dalam menghadiri
berbagai majelis kebaikan yang penuh dengan barokah, terutama pada majelis haul
para Sadah Alawiyyin. Rasa cinta beliau terhadap para Haba'ib (para cucu-cucu
Rosul) membawa kedekatan beliau dan decak kagum yang tinggi, Kyai Achmad Djufri
sang pecinta sejati para Dzurriyah Nabi.Sungguh tak ber-lebihan kiranya jika
sebagian Sadah Alawiyyin di Makkah Al-Mukarromah seperti Al-Habib Hasan Fad'ak,
Al-Habib Muhammad bin Alawiy Al-Malikiy memberi julukan "Salman
ahlul-bait" setiap kali beliau berkunjung. Beliau disambut dengan ucapan;
"marhaban ya Salman ahlul-bait".
Bahkan di sela-sela kepadatan waktunya, setiap
hari beliau tidak pernah lepas untuk selalu membaca shalawat dan mengumandangkan sya'ir-sya'ir indah berisikan
pujian terhadap Nabi, yang terangkum dalam kitab Burdah karya Imam Al-Busiriy
r.a. sehingga Mbah Kyai Imam Sarang Rembang Jateng memberi julukan "Kyai
Burdah" ketika berjumpa dengan beliau di tanah suci Mekkah. Beliau menikah dengan Khodijah, putri bungsu Al-Maghfurlah KH.Aly Murtadlo
(pendiri Pondok Pesantren Besuk). Beliau dikaruniai tujuh anak, empat diantaranya
meninggal sebelum menikah.
Pengasuh Generasi IV Pondok Besuk Pasuruan
Sepeninggal KH.Masyhadi
(menantu KH. Subadar), KH. Achmad Djufri menjadi pengasuh pondok pesantren Besuk, Sebelum
pindah ke besuk untuk meneruskan sebagai pengasuh Pondok Peasantren Besuk, KH. Achmad Djufri adalah termasuk satu di
antara para pejuang kota Pasuruan yang dijadikan target operasi oleh tentara
penjajah Belanda, Rumah beliau bahkan dikepung dan dikuasai. Akhirnya beliau
didampingi oleh Kyai Zahid (kakak ipar) hijrah ke pondok Besuk.
Konon KH. Achmad Djufri diberangkatkan dengan
kendaraan cikar (pedati) yang dipenuhi
dengan muatan kayu, Beliau disembunyikan berada dalam tumpukan kayu itu. Di
tengah perjalanan menuju Besuk, tepatnya di Pleret depan markas belanda, cikar
itu dihentikan tentara Belanda dan
digeledah, karena dalam cikar dipenuhi tumpukan kayu, tentara Belanda enggan
memeriksa ke dalam, tapi mereka tidak mau ambil resiko; kyai Zahid yang
mengendalikan cikar itu disuruh turun, kemudian cikar itu diberondong dengan
peluru. Setelah mereka puas kyai Zahid dipersilahkan meneruskan perjalanannya
kembali.
Sesampainya di Pondok Besuk apa yang terjadi? Al-Hamdulillah kyai Achmad
Djufri selamat dan tidak tergores sedikitpun.
Merintis Bacaan Rotib Al-Haddad Untuk Santri
Ketika kita memasuki area Pondok Besuk, pada setiap waktu isya' tiba, akan selalu
terdengar bacaan Rotib Al-Haddad yang dibaca oleh para santri. Rotib
Al-Haddad telah menjadi ciri khas di pondok Besuk dan setia mengiringi
malam-malam Besuk selama lebih dari 40 tahun. KH.Achmad Djufri pengasuh pertama yang mengenalkan bacaan Rotib Al-Haddad
pada para santri. Beliau memperoleh ijazah Rotib Al-Haddad dari al-Habib Ja'far
bin Syaykhon Assegaf tokoh habaib Pasuruan kelahiran Yaman yang kemudian
menetap dan dimakamkan di kota Pasuruan.
Wafatnya Sang Pemimpin
Di usia senjanya beliau masih tetap istiqomah
mengajar para santri dan da'wah ke pelosok desa. Beliau membagi waktunya sebagian untuk mengabdi dan
beribadah kepada Allah SWT, sebagian lagi untuk berkhidmat kepada Pondok
Pesantren, dan sebagian lagi beliau habiskan waktunya untuk melayani umat dan
jam'iyah NU. Aktivitas dakwah dan mengajar terus beliau jalani sampai menjelang
akhir hayatnya, Pada hari jum'at malam sabtu tgl 6 Dzulqo'dah 1401 H. atau bertepatan
tahun 1981 M. KH.Achmad Djufri berpulang ke rahmatullah. Beliau dimakamkan di
komplek pemakaman masjid jami' Pasuruan bersanding dengan para ulama dan
habaib.Peringatan haul KH.Ahmad Djufri rutin dilaksanakan pada hari ahad minggu
pertama bulan Dzulqo’dah.
Langganan:
Postingan (Atom)