Jam'iyyah Nahdlatul Ulama (NU)
merupakan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Sebuah jam'iyyah yang
semua ajarannya sudah sangat sesuai dengan tutunan Ahli al-Sunnah wa
al-Jamaah, yang merupakah golongan dari 73 cabang agama Islam yang selamat.
Yang mana hal ini sudah terlansir dalam Hadits Rosululloh SAW, yang berbunyi,
افْتَرَقَتْ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ
فِرْقَةً , وَسَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا
فِي النَّارِ , إلَّا وَاحِدَةً . قِيلَ : مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ
: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي .
Agama Yahudi
dan Nashrani terpecah menjadi 72 golongan. Dan Ummatku kelak akan terpecah
menjadi 73 golongan. Semuanya akan terjerumus ke dalam neraka, kecuali satu
golongan. Kemudia ditanyakan :" Golongan siapa mereka (yang selamat) wahai
Rosululloh ?" Beliau menjawab :"mereka adalah golongan yang sesuai
dengan aku dan para sahabatku"
Besarnya
Jam'iyyah itu tidaklah terlepas dari perjuangan keras para ulama terdahulu yang
mendirikannya. Para Ulama tersebut kemudia dikenal dengan Garda depan
berdirinya NU. Beliau adalah : KH. Hasyim Asy'ari (Jombang), KH. Abd. Karim
(Mbah Manaf, Lirboyo), KH. Abd. Wahhab Hasbulloh (Jombang), KH. Bisyri Sansyuri
(tambakberas), KH. Munawwir (Krapyak, Yogyakarta) KH. Ma'shum (Lasem), KH.
Abdulloh Mubarok (Suryalaya, Tasikmalaya), KH. Nawawie Hur Hasan (Sidogiri,
Pasuruan), KH. As'ad Syamsul Arifin (Asembagus, Situbondo), KH. Muhammad
Shiddiq (Jember).
Dalam edisi
bulan ini, kami sedikit meriwayatkan sekelumit
sirah salah satu promotor lahirnya Jam'iyyah Nahdlatul Ulama yaitu KH. Hasyim
Asy'ari.
I. Silsilah dan masa Tholabul Ilmi.
Beliau
adalah Muhammad Hasyim bin Asy'ari bin Abd. Wahid bin Abd. Halim (Pangeran
Benawa) bin Abd. Rahman (Jaka Tingkir) bin Sulthan Hadi Wijaya bin Abdulloh bin
Abd. Aziz bin Abd. Fattah bin Maulana Ishaq, Ayahanda Raden Ainul Yaqin (Sunan
Giri)
Awal pendidikannya
di masa kanak-kanak tertangani langsung oleh Ayahandanya sendiri, yang kemudian
bergabung dengan santri lainnya di pesantren asuhan sang Ayah. Sejak kecil sudah
tampak kecerdasan dan kesungguhannya dalam menuntut Ilmu. Dari ayahnya-lah dia
belajar Al-Qur'an dan kitab-kitab diniyyah lain sampai menjelang usia baligh.
Setelah dirasa cukup umur, ia berangkat menimba pengetahuan di luar kampung
halamannya. Pesantren pertama yang disinggahinya adalah Pondok Pesantren
Wonokojo di Probolinggo, kemudian pindah ke pesantren Langitan Tuban. Dua tahun
kemudian ia meneruskan pengembaraannya di pesantren Bangkalan, Madura. Tidak
lama ia di pesantren asuhan Kiyai Kholil ini, kemudian dia meneruskan lagi ke
pesantren Siwalan Panji Sidoarjo, pimpinan Kiyai Ya'qub. Akhlaqnya yang
terpuji, ketekunan dan kecerdasan yang memukau, memikat gurunya kiyai Ya'qub.
Kerana itulah kemudian dia dinikahkan dengan putrinya yang bernama Khodijah
pernikahan ini terjadi pada tahun 1892.
Tidak
seberapa lama setelah menikah, Hasyim berangkat ke Makkah bersama istri dan
mertuanya. Tujuannya disamping beribadah, juga untuk memperdalam ilmu
pengetahuan Agama. Di sana ia pernah berguru pada Syaik Mahfudz dari Termas,
Pacitan, Jawa timur, yang saat itu bermukim di Makkah. Dasar pengetahuan Agama
yang telah dimilikinya selama belajar di Pondok pesantren memudahkannya untuk
cepat menyerap intisari ilmu di negeri suci itu. Hasyim Asy'ari sangat tertarik
dengan ilmu hadits dan Tasawwuf. Setelah kurang lebih tujuh bulah di Makkah,
istrinya melahirkan seorang putra yang diberi nama Abdulloh. Namun beberapa
hari setelah melahirkan, sang istri meninggal dunia, kemudian disusul putrannya
yang baru berusia 40 hari. Untuk sedikit mengurangi rasa dukanya, Kiyai Ya'qub
mengajak menantunya itu kembali ke tanah air.
Tahun
berikutnya Hasyim kembali melanjutkan pelajarannya di Makkah. Kali ini dia
disertai adiknya yang bernama Anis. Selama tujuh tahun di Makkah ia melengkapi
ilmunya dengan berbagai ilmu Agama. Tidak sis-sia usahanya tersebut, akhirnya
Hasyim berhasil menyelesaikan pendidikannya dan menjadi ulama yang luas dan
dalam pengetahuannya. Karena itu kemudian ia diberi gelar Hadrah Al-Syaikh.
II. Ta'limil Ilmi sebagai Profesi.
Mengajar
adalah profesi yang ditekuninya sejak masih muda. Sejak dipondok pesantren ia
sering dipercaya untuk mengajar para santri yang baru masuk pesantren. Bahkan
ketika di Makkah ia-pun sudah mengajar. Sepulang dari Makkah yang kedua ini, ia
membantu ayahnya mengajar dipesantren. Ngedang asuhan Ayahnya. Kemudian ia
mendirikan pondok pesantren sendiri di desa Tebuireng, Jombang. Hasyim Asy'ari
sengaja memilih lokasi yang penduduknya dikenal banyak penjudi, perampok dan
pemabuk. Mulanya pilihannya itu ditentang oleh sahabat dan sanak keluarganya.
Akan tetapi Hasyim meyakinnkan mereka, bahwa dakwa Islam haruslah lebih banyak
ditujukan kepada mesyarakat yang jauh dari kehidupan beragama. Demikianlah pada
tahun 1899 di Tebuireng berdiri sebuah Pondok yang sangat sederhana.
Beratahun-tahun Kiyai Hasyim membina pesantrennya, menghadapi berbagai
rintangan dan hambatan, terutama dari masyarakat sekelilingnya. Akhirnya
pesantren itu tumbuh dan berkembang dengan pesat. Santri yang semula hanya
berjumlah 28 orang, kini bertambah terus menerus hingga mencapai ribuan orang.
Mereka datang dari berbagai pelosok tanah air. Kehidupan Kiyai Hasyim Asy'ari
banyak tersita untuk pembinaan santri-santri itu. Tidak sedikit santri asuhan
beliau yang kemudian menjadi seorang ulama besar diantaranya adalah : KH. Abd.
Wahhab Hasbulloh (Jombang), KH. Bisyri Sansyuri (Tambak Beras), KHR. As'ad
Syamsul Arifin (Situbondo), KH. Wahid Hasyim (putranya), dan KH. Ahmad Shiddiq
(Jeber)
Dalam
kehidupan sehari-hari, Kiyai hasyim dikenal sangat disiplin waktu. Waktunya
diatur sedemikian rupa sehingga tidak sedikitpun waktu itu berlalu tampa
aktivitas yang berarti. Biasanya beliau mengajar satu jam sebelum shalat fardhu
lima waktu dan satu jam sesudahnya. Beliau terbiasa mengajar hingga larut malam.
Pada bulan Ramadhan beliau mengajar Hadits Bukhari Muslim yang diikuti oleh
santri dari berbagai pesantren untuk mendapatkan Ijazahnya. Demikianlah kerja
rutin KH. Hasyim Asy'ari, waktunya seakan diabdikan hanya untuk Ilmu.
III. Promotor Lahirnya NU dan sebagai Pejuang
pembela Bangsa.
Pada tahun
1926 M. tepatnya tanggal 16 Rojab 1344 H. bersama KH. Abd. Wahhab Hasbulloh dam
KH. Bisyri Sansyuri serta Kiyai yang lainnya, Kiyai Hasyim memprakarsai
lahirnya sebuah Organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yaitu Jamiyyah
Nahdlotul Ulama (NU). Sejak awal berdirinya Kiyai Hasyim dipercaya untuk
memimipin organisasi itu sebagai rais Akbar. Jabatan ini dipegangnya dalam
beberapa periode kepengurusan.
Pada tahun
1930 M, Dalam Muktamar NU ke tiga, Kiyai Hasyim selaku Rais Akbar menyampaikan
pokok-pokok pikiran mengenai organisasi NU. Pokok-pokok pikiran inilah yang
kemudian dikenal dengan Qonun Asasi Jam'iyyah NU. (Undang-undang Dasar
Jam'iyyah NU). Intisari dari Qonun itu mencakup :
1.
Latar
belakang berdirinya Jam'iyyah NU.
2.
Hakikat
dan Jatidiri Jam'iyyah NU.
3.
Potensi
ummat yang diharapkan akan menjadi pendukung NU
4.
Perlunya
Ulama bersatu (ijtima'), saling mengenal (ta'arruf), rukun
bersatu (ittihad), dan saling mengasihi satu sama yang lain (ta'alluf)
didalam satu wadah yang dinamakan NU.
5.
Keharusan
warga NU bertaqlid salah satu pendapat Imam Madzhab yang emapat (Hanafi,
Maliki, Syafi'I, dan Hambali)
Diceritakan
oleh H. Abu Bakar Atjeh dalam Sejarah Hidup KH. Abdul Wahid Hasyim bahwa pad
atahun 1937 datang seorang amtenar tinggi penguasa belanda menjumpai Kiyai
Hasyim. Kedatangannya adalah untuk menyampaikan tanda kehormatan pemerintah
belanda kepadanya berupa bintang emas. Namun tampa diduga sebelumnya ternyata
dengan tegas Kiyai Hasyim menolak pemberian itu. Penolakannya bukan tampa
alasan, namun beliau kawatir keikhlasan hatinya dalam beramal akan ternoda oleh
hal-hal yang sifatnya materiel.
Pada masa
revolusi fisik melawan penjajah Belanda tersebut, KH. Hasyi dikenal dengan
ketegasannya terhadap penjajah dan seruan jihadnya yang menggelorakan para
santri dan masyarakat Islam Indonesia saat itu.
Demikian pula halnya di masa pemerintah
Jepang, Pada tahun 1942, tatkala penguasa Jepang menduduki tanah kelahirannya
Jombang, KH. Hasyim ditangkap dan dimasukkan kedalam tahanan. Lalu diasingkan
ke Mojokerto untuk ditawan bersama-sama dengan serdadu-serdadu sekutu.
Berbulan-bulan beliau harus menjalani hari-hari kelabunya di dalam penjara
tampa mengetahui kesalahan apa yang dituduhkan atas dirinya.
IV. Wafat dan Karya Ilmiyahnya.
Tanpa perlu diragukan lagi kedalaman ilmu KH.
Hasyim Asy'ari. Selain dikenal dengan figur ulama pejuang pembela bangsa,
beliau juga seorang ulama yang produktif. Di sela-sela kesibukan ngurusi ummat,
beliau masih menyempatkan diri menuangkan buah pikirannya menjadi karya tulis
ilmiayah. Sebagian karya itu adalah:
1.
Adab
al-'Alim wa al-Muta'allim. Sebuah
karya yang didalanya menerangkan etika seseorang dalam proses belajar mengajar.
2.
Ziyadah
Ta'liqaat. Sebuah karya untuk mengcounter
Syaikh Abdulloh bin Yasin Pasuruan, yang menyindir Warga Jam'iyyah Nahdhotul
Ulama melalui kalam Syairnya.
3.
Al-Tanbihaat
wa al-Wajibaat. Menerangkan seseorang yang
mengadakan acara Maulid dengan diisi hal-hal yang melanggar syara' (mungkaroot)
4.
Al-Risalah
al-Jami'ah. Dalam karya ini, beliau
menjelaskan beberapa tingkah orang-orang yang telah meninggal dan menerangkan
tanda-tanda datangnya Hari Qiyamat serta menjelaskan perbedaan Sunnah dan
Bid'ah.
5.
Al-Nur
al-Mubin fi Mahabbah Sayyidil Mursalin. Berisi
penjelasan tentang arti cinta terhadap Rosululloh SAW. Serta hal-hal yang
sangat erat hubungannya dengan cinta itu sendiri, yaitu dengan mengikuti jejak
langkah dan senantiasa menhidupkan sunnah Rosululloh SAW.
6.
Hasyiyah 'ala Fath al-Rahman bi Syarh Risalah
al-Wali Ruslan.
7.
Al-Duror
al-Mantsuroh fi Masail al-tis'ah 'Asyaroh.
Berisi penjelasan tentang Thoriqoh dan sifat kewalian. Serta hal-hal yang amat
penting untuk ahli thoriqoh.
8.
Al-Tibyan
fi al-nahyi 'an Muqoto'ati al-Arham wa al-Aqorib wa al-Ikhwan. Penjelasan tentang pentingnya silaturrohmi
dan bahayanya memutus tali persaudaraan.
9.
Al-Risalah
al-Tauhidiyyah. Karya kecil tentang 'aqidah
Ahli Sunnah wal Jama'ah.
10. Dal lain-lain.
Kalau gajah mati meninggalkan gading, macan mati meninggalkan belang,
sedangkan seorang Ulama mati, meninggalkan kenangan dan karya-karyanya sebagai
penuntun genarasi berikutnya. Demikianlah
sejarah kehidupan sehari-hari Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari, hingga beliau
wafat pada tanggal 07 Ramadhan 1366 H. Semoga kita
senantiasa dapat menteladani tindak lakunya, dan dapat meneruskan pejuangan
beliau dalan Jam'iyyah Nahdlatu Ulama. Amien….
0 komentar:
Posting Komentar