6 Mei 2014



Jam'iyyah Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Sebuah jam'iyyah yang semua ajarannya sudah sangat sesuai dengan tutunan Ahli al-Sunnah wa al-Jamaah, yang merupakah golongan dari 73 cabang agama Islam yang selamat. Yang mana hal ini sudah terlansir dalam Hadits Rosululloh SAW, yang berbunyi,

افْتَرَقَتْ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً , وَسَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ , إلَّا وَاحِدَةً . قِيلَ : مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي  .
Agama Yahudi dan Nashrani terpecah menjadi 72 golongan. Dan Ummatku kelak akan terpecah menjadi 73 golongan. Semuanya akan terjerumus ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Kemudia ditanyakan :" Golongan siapa mereka (yang selamat) wahai Rosululloh ?" Beliau menjawab :"mereka adalah golongan yang sesuai dengan aku dan para sahabatku"

Besarnya Jam'iyyah itu tidaklah terlepas dari perjuangan keras para ulama terdahulu yang mendirikannya. Para Ulama tersebut kemudia dikenal dengan Garda depan berdirinya NU. Beliau adalah : KH. Hasyim Asy'ari (Jombang), KH. Abd. Karim (Mbah Manaf, Lirboyo), KH. Abd. Wahhab Hasbulloh (Jombang), KH. Bisyri Sansyuri (tambakberas), KH. Munawwir (Krapyak, Yogyakarta) KH. Ma'shum (Lasem), KH. Abdulloh Mubarok (Suryalaya, Tasikmalaya), KH. Nawawie Hur Hasan (Sidogiri, Pasuruan), KH. As'ad Syamsul Arifin (Asembagus, Situbondo), KH. Muhammad Shiddiq (Jember).

Dalam edisi bulan ini, kami sedikit meriwayatkan sekelumit sirah salah satu promotor lahirnya Jam'iyyah Nahdlatul Ulama yaitu KH. Hasyim Asy'ari.

I. Silsilah dan masa Tholabul Ilmi. 
Beliau adalah Muhammad Hasyim bin Asy'ari bin Abd. Wahid bin Abd. Halim (Pangeran Benawa) bin Abd. Rahman (Jaka Tingkir) bin Sulthan Hadi Wijaya bin Abdulloh bin Abd. Aziz bin Abd. Fattah bin Maulana Ishaq, Ayahanda Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri)  

Awal pendidikannya di masa kanak-kanak tertangani langsung oleh Ayahandanya sendiri, yang kemudian bergabung dengan santri lainnya di pesantren asuhan sang Ayah. Sejak kecil sudah tampak kecerdasan dan kesungguhannya dalam menuntut Ilmu. Dari ayahnya-lah dia belajar Al-Qur'an dan kitab-kitab diniyyah lain sampai menjelang usia baligh. Setelah dirasa cukup umur, ia berangkat menimba pengetahuan di luar kampung halamannya. Pesantren pertama yang disinggahinya adalah Pondok Pesantren Wonokojo di Probolinggo, kemudian pindah ke pesantren Langitan Tuban. Dua tahun kemudian ia meneruskan pengembaraannya di pesantren Bangkalan, Madura. Tidak lama ia di pesantren asuhan Kiyai Kholil ini, kemudian dia meneruskan lagi ke pesantren Siwalan Panji Sidoarjo, pimpinan Kiyai Ya'qub. Akhlaqnya yang terpuji, ketekunan dan kecerdasan yang memukau, memikat gurunya kiyai Ya'qub. Kerana itulah kemudian dia dinikahkan dengan putrinya yang bernama Khodijah pernikahan ini terjadi pada tahun 1892.

Tidak seberapa lama setelah menikah, Hasyim berangkat ke Makkah bersama istri dan mertuanya. Tujuannya disamping beribadah, juga untuk memperdalam ilmu pengetahuan Agama. Di sana ia pernah berguru pada Syaik Mahfudz dari Termas, Pacitan, Jawa timur, yang saat itu bermukim di Makkah. Dasar pengetahuan Agama yang telah dimilikinya selama belajar di Pondok pesantren memudahkannya untuk cepat menyerap intisari ilmu di negeri suci itu. Hasyim Asy'ari sangat tertarik dengan ilmu hadits dan Tasawwuf. Setelah kurang lebih tujuh bulah di Makkah, istrinya melahirkan seorang putra yang diberi nama Abdulloh. Namun beberapa hari setelah melahirkan, sang istri meninggal dunia, kemudian disusul putrannya yang baru berusia 40 hari. Untuk sedikit mengurangi rasa dukanya, Kiyai Ya'qub mengajak menantunya itu kembali ke tanah air.

Tahun berikutnya Hasyim kembali melanjutkan pelajarannya di Makkah. Kali ini dia disertai adiknya yang bernama Anis. Selama tujuh tahun di Makkah ia melengkapi ilmunya dengan berbagai ilmu Agama. Tidak sis-sia usahanya tersebut, akhirnya Hasyim berhasil menyelesaikan pendidikannya dan menjadi ulama yang luas dan dalam pengetahuannya. Karena itu kemudian ia diberi gelar Hadrah Al-Syaikh.
 
II. Ta'limil Ilmi sebagai Profesi. 
Mengajar adalah profesi yang ditekuninya sejak masih muda. Sejak dipondok pesantren ia sering dipercaya untuk mengajar para santri yang baru masuk pesantren. Bahkan ketika di Makkah ia-pun sudah mengajar. Sepulang dari Makkah yang kedua ini, ia membantu ayahnya mengajar dipesantren. Ngedang asuhan Ayahnya. Kemudian ia mendirikan pondok pesantren sendiri di desa Tebuireng, Jombang. Hasyim Asy'ari sengaja memilih lokasi yang penduduknya dikenal banyak penjudi, perampok dan pemabuk. Mulanya pilihannya itu ditentang oleh sahabat dan sanak keluarganya. Akan tetapi Hasyim meyakinnkan mereka, bahwa dakwa Islam haruslah lebih banyak ditujukan kepada mesyarakat yang jauh dari kehidupan beragama. Demikianlah pada tahun 1899 di Tebuireng berdiri sebuah Pondok yang sangat sederhana. Beratahun-tahun Kiyai Hasyim membina pesantrennya, menghadapi berbagai rintangan dan hambatan, terutama dari masyarakat sekelilingnya. Akhirnya pesantren itu tumbuh dan berkembang dengan pesat. Santri yang semula hanya berjumlah 28 orang, kini bertambah terus menerus hingga mencapai ribuan orang. Mereka datang dari berbagai pelosok tanah air. Kehidupan Kiyai Hasyim Asy'ari banyak tersita untuk pembinaan santri-santri itu. Tidak sedikit santri asuhan beliau yang kemudian menjadi seorang ulama besar diantaranya adalah : KH. Abd. Wahhab Hasbulloh (Jombang), KH. Bisyri Sansyuri (Tambak Beras), KHR. As'ad Syamsul Arifin (Situbondo), KH. Wahid Hasyim (putranya), dan KH. Ahmad Shiddiq (Jeber)

Dalam kehidupan sehari-hari, Kiyai hasyim dikenal sangat disiplin waktu. Waktunya diatur sedemikian rupa sehingga tidak sedikitpun waktu itu berlalu tampa aktivitas yang berarti. Biasanya beliau mengajar satu jam sebelum shalat fardhu lima waktu dan satu jam sesudahnya. Beliau terbiasa mengajar hingga larut malam. Pada bulan Ramadhan beliau mengajar Hadits Bukhari Muslim yang diikuti oleh santri dari berbagai pesantren untuk mendapatkan Ijazahnya. Demikianlah kerja rutin KH. Hasyim Asy'ari, waktunya seakan diabdikan hanya untuk Ilmu.


III. Promotor Lahirnya NU dan sebagai Pejuang pembela Bangsa. 
Pada tahun 1926 M. tepatnya tanggal 16 Rojab 1344 H. bersama KH. Abd. Wahhab Hasbulloh dam KH. Bisyri Sansyuri serta Kiyai yang lainnya, Kiyai Hasyim memprakarsai lahirnya sebuah Organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yaitu Jamiyyah Nahdlotul Ulama (NU). Sejak awal berdirinya Kiyai Hasyim dipercaya untuk memimipin organisasi itu sebagai rais Akbar. Jabatan ini dipegangnya dalam beberapa periode kepengurusan.

Pada tahun 1930 M, Dalam Muktamar NU ke tiga, Kiyai Hasyim selaku Rais Akbar menyampaikan pokok-pokok pikiran mengenai organisasi NU. Pokok-pokok pikiran inilah yang kemudian dikenal dengan Qonun Asasi Jam'iyyah NU. (Undang-undang Dasar Jam'iyyah NU). Intisari dari Qonun itu mencakup :
1.      Latar belakang berdirinya Jam'iyyah NU.
2.      Hakikat dan Jatidiri Jam'iyyah NU.
3.      Potensi ummat yang diharapkan akan menjadi pendukung NU
4.      Perlunya Ulama bersatu (ijtima'), saling mengenal (ta'arruf), rukun bersatu (ittihad), dan saling mengasihi satu sama yang lain (ta'alluf) didalam satu wadah yang dinamakan NU.
5.      Keharusan warga NU bertaqlid salah satu pendapat Imam Madzhab yang emapat (Hanafi, Maliki, Syafi'I, dan Hambali)

Diceritakan oleh H. Abu Bakar Atjeh dalam Sejarah Hidup KH. Abdul Wahid Hasyim bahwa pad atahun 1937 datang seorang amtenar tinggi penguasa belanda menjumpai Kiyai Hasyim. Kedatangannya adalah untuk menyampaikan tanda kehormatan pemerintah belanda kepadanya berupa bintang emas. Namun tampa diduga sebelumnya ternyata dengan tegas Kiyai Hasyim menolak pemberian itu. Penolakannya bukan tampa alasan, namun beliau kawatir keikhlasan hatinya dalam beramal akan ternoda oleh hal-hal yang sifatnya materiel.

Pada masa revolusi fisik melawan penjajah Belanda tersebut, KH. Hasyi dikenal dengan ketegasannya terhadap penjajah dan seruan jihadnya yang menggelorakan para santri dan masyarakat Islam Indonesia saat itu.
Demikian pula halnya di masa pemerintah Jepang, Pada tahun 1942, tatkala penguasa Jepang menduduki tanah kelahirannya Jombang, KH. Hasyim ditangkap dan dimasukkan kedalam tahanan. Lalu diasingkan ke Mojokerto untuk ditawan bersama-sama dengan serdadu-serdadu sekutu. Berbulan-bulan beliau harus menjalani hari-hari kelabunya di dalam penjara tampa mengetahui kesalahan apa yang dituduhkan atas dirinya.

IV. Wafat dan Karya Ilmiyahnya. 
Tanpa perlu diragukan lagi kedalaman ilmu KH. Hasyim Asy'ari. Selain dikenal dengan figur ulama pejuang pembela bangsa, beliau juga seorang ulama yang produktif. Di sela-sela kesibukan ngurusi ummat, beliau masih menyempatkan diri menuangkan buah pikirannya menjadi karya tulis ilmiayah. Sebagian karya itu adalah:
1.      Adab al-'Alim wa al-Muta'allim. Sebuah karya yang didalanya menerangkan etika seseorang dalam proses  belajar mengajar.
2.      Ziyadah Ta'liqaat. Sebuah karya untuk mengcounter Syaikh Abdulloh bin Yasin Pasuruan, yang menyindir Warga Jam'iyyah Nahdhotul Ulama melalui kalam Syairnya.
3.      Al-Tanbihaat wa al-Wajibaat. Menerangkan seseorang yang mengadakan acara Maulid dengan diisi hal-hal yang melanggar syara' (mungkaroot)
4.      Al-Risalah al-Jami'ah. Dalam karya ini, beliau menjelaskan beberapa tingkah orang-orang yang telah meninggal dan menerangkan tanda-tanda datangnya Hari Qiyamat serta menjelaskan perbedaan Sunnah dan Bid'ah.
5.      Al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyidil Mursalin. Berisi penjelasan tentang arti cinta terhadap Rosululloh SAW. Serta hal-hal yang sangat erat hubungannya dengan cinta itu sendiri, yaitu dengan mengikuti jejak langkah dan senantiasa menhidupkan sunnah Rosululloh SAW.
6.       Hasyiyah 'ala Fath al-Rahman bi Syarh Risalah al-Wali Ruslan.
7.      Al-Duror al-Mantsuroh fi Masail al-tis'ah 'Asyaroh. Berisi penjelasan tentang Thoriqoh dan sifat kewalian. Serta hal-hal yang amat penting untuk ahli thoriqoh.
8.      Al-Tibyan fi al-nahyi 'an Muqoto'ati al-Arham wa al-Aqorib wa al-Ikhwan. Penjelasan tentang pentingnya silaturrohmi dan bahayanya memutus tali persaudaraan.
9.      Al-Risalah al-Tauhidiyyah. Karya kecil tentang 'aqidah Ahli Sunnah wal Jama'ah.
10.  Dal lain-lain.

Kalau gajah mati meninggalkan gading, macan mati meninggalkan belang, sedangkan seorang Ulama mati, meninggalkan kenangan dan karya-karyanya sebagai penuntun genarasi berikutnya. Demikianlah sejarah kehidupan sehari-hari Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari, hingga beliau wafat pada tanggal 07 Ramadhan 1366 H. Semoga kita senantiasa dapat menteladani tindak lakunya, dan dapat meneruskan pejuangan beliau dalan Jam'iyyah Nahdlatu Ulama. Amien….      

0 komentar:

Posting Komentar