KH. Mas Subadar adalah tokoh ulama’ yang
dikenal ahli bahtsul masa’il atau diskusi masalah agama, terutama bidang fiqh.
Selain itu juga dikenal sebagai Ulama’ yang ahli ilmu falaq atau astronomi. Hal itu merupakan karunia Allah
yang ia terima sebab jerih payahnya menuntut ilmu sewaktu masih muda. Beliau di
kenal sebagai pemuda yang ulet, giat dan rajin belajar. Hari-harinya selalu
disibukkan membaca dan berfikir lil ilmi. Karena itulah beliau selalu dekat dan disayang oleh
para gurunya.
Pada tahun 1921 M, beliau
dinikahkan dengan nyai Maimunah, putri dari KH. Aly Murtadlo yang ke-6,
sekaligus sebagai nahkoda generasi ke II pondok pesantren Besuk setelah vakum
beberapa bulan (100 hari) sepeninggal Al-Maghfurlah KH. Aly Murtadlo. Beliau
dikaruniai delapan keturunan, dua orang pria dan enam perempuan. Setelah
menunaikan ibadah haji beliau berganti nama KH. Baqir.
1. Tentang Mbah Badar
Hadratussyekh KH.
Mas Subadar atau KH. Baqir berasal dari desa Kajen kecamatan Watusalak
kabupaten Pati Jawa Tengah. Terlahir pada tahun 1889 M. Beliau merupakan cucu
ke delapan dari Mbah Mutamakkin, seorang
Ulama' yang dikenal oleh masyarakat daerah Jawa Tengah sebagai waliyullah.
Beliau menjadi yatim setelah ditinggal wafat ayahanda kyai Tasmin ketika
melaksanakan ibadah Haji di tanah haram. Baqi' al-Ghorqot, makam umum tanah
suci yang menjadi tempat peristirahatan terakhir kyai Tasmin. Semenjak itu beliau diasuh oleh pamannya
sekaligus menjadi gurunya.
2.Masa mencari ilmu
Semenjak kecil kyai
Mas Subadar belajar al-Qur'an dan ilmu agama lainnya kepada paman-pamannya
sendiri. Diantaranya, Kyai Abdulloh Salam dan Kyai Sirojuddin. Berkat
kecerdasan yang dimilikinya beberapa pelajaran dasar fiqh seperti kitab Sullam
Safinah, Sullam Taufiq dan Fathul Qorib telah hatam dengan pemahaman yang
tinggi. Sedangkan dibidang ilmu alat, beliau telah menguasai dengan baik
kitab-kitab seperti; Sharraf, Jurumiyah, dan 'Imrity. Setelah itu beliau
diperintahkan sang paman untuk menimba ilmu kepada al-Mukarrom kyai Kholil
Rembang Jawa Tengah, untuk mendalami kitab al-Fiyyah Ibnu Malik. Disana beliau
dikenal sebagai santri yang sangat rajin, ulet dan pintar, sehingga kyai Kholil
sang guru sangat menyayanginya.
Mengerti akan
kemampuan dan adanya benih-benih berkualitas dalam diri muridnya itu, Kyai
Kholil memerintahkan agar beliau meneruskan ngaji ke sahabatnya di Jawa
Timur yaitu al-Mukarrom KH. Nawawi Sidogiri Kraton Pasuruan. Perintah gurunya
(kyai Kholil) dijunjung tinggi dan dilaksanakan. Pagi hari yang ceria itu
dengan menumpang kereta api beliau berangkat ke Pasuruan mencari pondok
pesantren Sidogiri dan seorang ulama' besar yang bernama al-Mukarrom KH. Nawawi
Sidogiri.
Pada saat matahari
hampir tenggelam, Kyai Mas Subadar sampai di stasiun pasuruan. Beliau
menapakkan kakinya di stasiun itu untuk mencari seseorang yang akan memberi
tambahan ilmu pada dirinya. Karena di kota santri inilah guru yang beliau cari
tinggal. Gontai melangkah pasti mencari masjid yang tidak jauh dari stasiun (+1km)
untuk melaksanakan shalat Maghrib dan lepaskan kepenatan setelah seharian
terpaku dibangku kereta. Selesai shalat, ia keluar dari masjid dengan wajah
yang nampak kebingungan. Kemana ia harus melangkah, maklum saja dia baru pertama
kali menapakkan kakinya di tanah kelahiran Untung Surapati, sang pahlawan
Pasuruan itu. Melihat kebingungan pemuda asing itu al-Mukarram Kyai Yasin
(Kebonsari Pasuruan kerabat dekat ibu nyai Khairatun) tak sampai hati
membiarkannya tersesat. Beliau hampiri dan menegur pemuda itu, seraya menyapa
dari mana dan hendak kemana. Pengembara muda itu menanggapi dan menceritakan
tujuannya bahwa dia bermaksud untuk mondok
dan nyantri ke pondok Sidogiri. Karena sudah malam dia dipersilahkan
singggah dan menginap di kediaman kyai Yasin-Kebonsari. Pagi harinya, pemuda
pemburu ilmu itu diantarkan ke pondok Sidogiri. Sejak saat itu ia resmi menjadi
santri kyai Nawawi Sidogiri.
Diakui
banyak orang bahwa Kyai Subadar memang pemburu ilmu sejati. Seakan tidak ada peluang
untuk tidak belajar. Bukan hanya bidang alat dan fiqh yang beliau geluti,
ilmu falaq pun tak luput dari
incarannya. Setiap hari pulang pergi dari Sidogiri ke desa Sladi beliau jalani
dengan penuh rasa ikhlas dan semangat yang tinggi, hanya dengan satu tujuan:
adalah menuntut dan mendapatkan ilmu, menghilangkan kebodohan agar selalu bisa
melangkah dijalan yang diridloi Allah SWT. Di desa Sladi inilah beliau
memperdalam ilmu hisab dan ilmu falaq dari kyai Hasan Asy’ari (adik sepupu KH.
Aly Murtadlo). Juga dari Sladi ini, beliau mengenal kyai Mas Ahmad Zahid putra
Hadrotussyeh KH. Aly Murtadlo. Semenjak itu beliau sering mampir ke Besuk dan
semakin dekat hubungannya dengan kyai Hasan Asy’ari dan kyai Zahid
3.Menjadi penerus\
pengasuh generasi II pondok besuk
Tak terelakkannya
kevakuman beberapa saat sepeninggal KH Aly Murtadlo adalah karena belum ada
figur yang siap menjadi penggantinya. Akhirnya, keluarga Besuk berinisiatif
untuk mengadakan rapat guna membahas masa depan pondok yang mulai berkembang
itu. Mereka yang terlibat antara lain adalah Ibu nyai Khairatun (istri KH. Aly
Murtadho), kyai Zahid (putra KH. Aly Murtadho ) kyai Hasan Asy'ari (adik sepupu
KH. Aly Muratdho). Kyai Yasin- Kebonsari (kerabat dekat nyai Khairatun) untuk
mencari pengganti sang ayah sebagai pengasuh pondok Besuk dengan menjodohkannya
dengan putri kyai Aly yang bernama Maimunah (lahir pada tahun 1900 M.)
.
Takdir memang di tangan Allah. Kyai Hasan Asy'ari (sepupu kyai Aly Murtadlo sekaligus
guru kyai Badar) menjadi mediator terjalinnya pernikahan. Beliau bersama Kyai
Zahid pergi ke Sidogiri menemui kyai Nawawi agar mencari salah satu santrinya
yang siap menikah dan mampu menjadi pengasuh pondok Besuk. Secara sepontan kyai
Nawawi langsung menunjuk santrinya yang bernama Badar asal Kajen-Pati-Jawa
Tengah. Tanpa melalui proses yang lama kyai Badar dinikahkan dengan nyai
Maimunah dan menjadi pengasuh pondok pesantren Besuk priode II.
Sebetulnya kyai Subadar sudah
mengenal kyai Aly Murtadlo semenjak mondok di Sidogiri, bahkan sudah
pernah sowan. namun beliau belum tahu siapa kyai Aly Murtadlo sebenarnya,
beliau hanya tahu kalau mertuanya itu adalah seorang sufi yang suka menyendiri
tidak banyak bicara yang ahli beribadah,
itu saja. Beliau baru mengetahui siapa mertuanya sebetulnya, ketika beliau
melihat beberapa kitab peninggalan mertuanya yang di letakkan di lemari.
Terkejut dan terperana beliau melihatnya, sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya: Subhanallah ternyata kyai Aly Murtadlo bukan hanya seorang pertapa
yang sufi saja, tapi lebih dari itu, adalah orang 'alim 'allamah (amat
sangat berilmu tinggi) yang mastur oleh sikap tawaddu'nya. Kyai Badar membuka
kitab-kitab mertuanya yang di penuhi dengan ta'liqat-ta'liqat berbahasa arab,
diantaranya; kitab Tafsir Jalalain, al-Iqna' dan Bujairimi 'Ala al-Manhaj dan
sebagian kitab-kitab tersebut masih tersimpan rapi di ndalem Hadratussyekh
KH. Muhammad Subadar. Di era itu, kitab-kitab tersebut dibilang langka di
Indonesia. Dari situlah beliau tahu bahwa mertuanya itu murid dari Ulama' besar
Syekh Abu Bakar Syatho pengarang kitab I'anatut Tholibin. Dan sampai sekarang kitab
I'anatut Tholibin menjadi salah satu pelajaran pokok di pondok Besuk.
5. Kyai Subadar memenuhi panggilan Allah
Di masa Hadratussyeh KH. Mas
Subadar mengasuh pondok Besuk, banyak perubahan dan kemajuan terukir di wajah
pondok ini. Setapak demi setapak melangkah perlihatkan jatidiri dan
kedewasaannya. Beliau disamping Faqih (ahli Fiqh) juga dikenal ahli dalam
bidang ilmu falaq (astronomi) dan ilmu hisab (matematika). Dengan keahliannya
itu roda ifadah wa-ta'lim (aktifitas dan studi) berputar lebih mantab,
santri-santri berdatangan untuk menuntut dan memperdalam ilmu hisab dan ilmu
falaq, mereka kebanyakan berasal dari Jawa Tengah dan Jember. Walhasil tersebar
luas ahli-ahli ilmu hisab dan astronomi di pelosok Jawa terutama Jawa Timur.
al-Marhum kyai Manan Manggisan-Tanggul-Jember yang kemudian mempunyai murid
kyai Abdul Mu'thi Bangil-Pasuruan, Syayid Muhammad dari Malaysia dan KH.Achmad
Baidlowi Yokyakarta adalah diantara sekian banyak Alumni yang memperdalam ilmu
hisab dan astronomi di pondok pesantren Besuk asuhan kyai Mas Subadar. Beliau
telah menciptakan historika pondok Besuk selangkah lebih maju.
Dua
puluh satu tahun berlalu pondok Besuk dalam mata dan jiwanya. Langkah-langkah
kemajuan telah diukir jelas dalam sejarahnya. Sampai penghujung tahun 1362 H /
1942 M, tepatnya pada usia 53 tahun, Al-Maghfurlah KH. Mas Subadar pergi untuk
selamanya memenuhi panggilan Sang Pencipta. Inna lillahi Wa'inna Ilaihi
Roji'un. Kepada Allah SWT jualah semuanya berpaling dan kembali
0 komentar:
Posting Komentar