KH.
Ahmad Djufri adalah salah satu tokoh ulama' besar di Pasuruan.
Nama besarnya sudah dikenal oleh masyarakat di seluruh pelosok wilayah
Pasuruan, bahkan sampai keluar daerah. Beliau di samping terkenal alim juga
dikenal sebagai kiyai yang cerdas dalam membaca perkembangan zaman. Dunia
politikpun membaur dalam kesibukannya, Beliau pernah duduk sebagai wakil rakyat
di Pasuruan mewakili partai NU, maka tidak mengherankan jika beliau di segani
para pejabat. Yang paling menonjol dalam pergaulannya adalah kedekatan yang
luar biasa dengan para habaib (ahlul bait). KH.
Ahmad Djufri dilahirkan di kota pasuruan pada tahun 1317 H. oleh pasangan suami
istri KH. Djufri dan nyai Hj. Sulhah. Semenjak kanak-kanak pendidikannya
ditangani langsung secara intensif oleh kedua orang tuanya, hingga beliau
menghatamkan Al-Qur'an pada usia yang masih dini.
Pada
tahun-tahun berikutnya beliau lalui masa remajanya dengan tanpa henti menuntut
berbagai disiplin ilmu agama dari berbagai guru dan para Ulama' ternama di
zamannya. Di antara guru-gurunya adalah; Syekh Abdulloh bin Yasin (Kebonsari),
Kyai Toyib (Bugul Pasuruan), Kyai Dahlan (Sukunsari), Kyai Nawawi (Sidogiri),
Kyai Khozin (Siwalan Panji Sidoarjo), KH. Hasyim Asy’ari (Tebu Ireng Jombang)
dan lain-lain. Konon KH. Ahmad bin Djufri ini sangat di cintai oleh
KH. Khozin Panji-Sidoarjo. Ketika beliau mondok di sana, sering kali beliau
diperintah gurunya untuk menjawab masalah keagamaan yang rumit, bahkan beliau
dipercaya untuk membacakan pengajian tafsir Jalalain. Beliau juga orang pertama
yang berinisiatif mengadakan majelis pembacaan kisah Isra'mi'raj di pesantren
yang sebelumnya tak pernah diadakan kegiatan itu.
Beliau memiliki kesenangan khusus dalam menghadiri
berbagai majelis kebaikan yang penuh dengan barokah, terutama pada majelis haul
para Sadah Alawiyyin. Rasa cinta beliau terhadap para Haba'ib (para cucu-cucu
Rosul) membawa kedekatan beliau dan decak kagum yang tinggi, Kyai Achmad Djufri
sang pecinta sejati para Dzurriyah Nabi.Sungguh tak ber-lebihan kiranya jika
sebagian Sadah Alawiyyin di Makkah Al-Mukarromah seperti Al-Habib Hasan Fad'ak,
Al-Habib Muhammad bin Alawiy Al-Malikiy memberi julukan "Salman
ahlul-bait" setiap kali beliau berkunjung. Beliau disambut dengan ucapan;
"marhaban ya Salman ahlul-bait".
Bahkan di sela-sela kepadatan waktunya, setiap
hari beliau tidak pernah lepas untuk selalu membaca shalawat dan mengumandangkan sya'ir-sya'ir indah berisikan
pujian terhadap Nabi, yang terangkum dalam kitab Burdah karya Imam Al-Busiriy
r.a. sehingga Mbah Kyai Imam Sarang Rembang Jateng memberi julukan "Kyai
Burdah" ketika berjumpa dengan beliau di tanah suci Mekkah. Beliau menikah dengan Khodijah, putri bungsu Al-Maghfurlah KH.Aly Murtadlo
(pendiri Pondok Pesantren Besuk). Beliau dikaruniai tujuh anak, empat diantaranya
meninggal sebelum menikah.
Pengasuh Generasi IV Pondok Besuk Pasuruan
Sepeninggal KH.Masyhadi
(menantu KH. Subadar), KH. Achmad Djufri menjadi pengasuh pondok pesantren Besuk, Sebelum
pindah ke besuk untuk meneruskan sebagai pengasuh Pondok Peasantren Besuk, KH. Achmad Djufri adalah termasuk satu di
antara para pejuang kota Pasuruan yang dijadikan target operasi oleh tentara
penjajah Belanda, Rumah beliau bahkan dikepung dan dikuasai. Akhirnya beliau
didampingi oleh Kyai Zahid (kakak ipar) hijrah ke pondok Besuk.
Konon KH. Achmad Djufri diberangkatkan dengan
kendaraan cikar (pedati) yang dipenuhi
dengan muatan kayu, Beliau disembunyikan berada dalam tumpukan kayu itu. Di
tengah perjalanan menuju Besuk, tepatnya di Pleret depan markas belanda, cikar
itu dihentikan tentara Belanda dan
digeledah, karena dalam cikar dipenuhi tumpukan kayu, tentara Belanda enggan
memeriksa ke dalam, tapi mereka tidak mau ambil resiko; kyai Zahid yang
mengendalikan cikar itu disuruh turun, kemudian cikar itu diberondong dengan
peluru. Setelah mereka puas kyai Zahid dipersilahkan meneruskan perjalanannya
kembali.
Sesampainya di Pondok Besuk apa yang terjadi? Al-Hamdulillah kyai Achmad
Djufri selamat dan tidak tergores sedikitpun.
Merintis Bacaan Rotib Al-Haddad Untuk Santri
Ketika kita memasuki area Pondok Besuk, pada setiap waktu isya' tiba, akan selalu
terdengar bacaan Rotib Al-Haddad yang dibaca oleh para santri. Rotib
Al-Haddad telah menjadi ciri khas di pondok Besuk dan setia mengiringi
malam-malam Besuk selama lebih dari 40 tahun. KH.Achmad Djufri pengasuh pertama yang mengenalkan bacaan Rotib Al-Haddad
pada para santri. Beliau memperoleh ijazah Rotib Al-Haddad dari al-Habib Ja'far
bin Syaykhon Assegaf tokoh habaib Pasuruan kelahiran Yaman yang kemudian
menetap dan dimakamkan di kota Pasuruan.
Wafatnya Sang Pemimpin
Di usia senjanya beliau masih tetap istiqomah
mengajar para santri dan da'wah ke pelosok desa. Beliau membagi waktunya sebagian untuk mengabdi dan
beribadah kepada Allah SWT, sebagian lagi untuk berkhidmat kepada Pondok
Pesantren, dan sebagian lagi beliau habiskan waktunya untuk melayani umat dan
jam'iyah NU. Aktivitas dakwah dan mengajar terus beliau jalani sampai menjelang
akhir hayatnya, Pada hari jum'at malam sabtu tgl 6 Dzulqo'dah 1401 H. atau bertepatan
tahun 1981 M. KH.Achmad Djufri berpulang ke rahmatullah. Beliau dimakamkan di
komplek pemakaman masjid jami' Pasuruan bersanding dengan para ulama dan
habaib.Peringatan haul KH.Ahmad Djufri rutin dilaksanakan pada hari ahad minggu
pertama bulan Dzulqo’dah.
0 komentar:
Posting Komentar