14 Mei 2013



KH.  Ahmad Djufri adalah salah satu tokoh ulama' besar di Pasuruan. Nama besarnya sudah dikenal oleh masyarakat di seluruh pelosok wilayah Pasuruan, bahkan sampai keluar daerah. Beliau di samping terkenal alim juga dikenal sebagai kiyai yang cerdas dalam membaca perkembangan zaman. Dunia politikpun membaur dalam kesibukannya, Beliau pernah duduk sebagai wakil rakyat di Pasuruan mewakili partai NU, maka tidak mengherankan jika beliau di segani para pejabat. Yang paling menonjol dalam pergaulannya adalah kedekatan yang luar biasa dengan para habaib (ahlul bait). KH. Ahmad Djufri dilahirkan di kota pasuruan pada tahun 1317 H. oleh pasangan suami istri KH. Djufri dan nyai Hj. Sulhah. Semenjak kanak-kanak pendidikannya ditangani langsung secara intensif oleh kedua orang tuanya, hingga beliau menghatamkan Al-Qur'an pada usia yang masih dini.

Pada tahun-tahun berikutnya beliau lalui masa remajanya dengan tanpa henti menuntut berbagai disiplin ilmu agama dari berbagai guru dan para Ulama' ternama di zamannya. Di antara guru-gurunya adalah; Syekh Abdulloh bin Yasin (Kebonsari), Kyai Toyib (Bugul Pasuruan), Kyai Dahlan (Sukunsari), Kyai Nawawi (Sidogiri), Kyai Khozin (Siwalan Panji Sidoarjo), KH. Hasyim Asy’ari (Tebu Ireng Jombang) dan lain-lain. Konon KH. Ahmad bin Djufri ini sangat di cintai oleh KH. Khozin Panji-Sidoarjo. Ketika beliau mondok di sana, sering kali beliau diperintah gurunya untuk menjawab masalah keagamaan yang rumit, bahkan beliau dipercaya untuk membacakan pengajian tafsir Jalalain. Beliau juga orang pertama yang berinisiatif mengadakan majelis pembacaan kisah Isra'mi'raj di pesantren yang sebelumnya tak pernah diadakan kegiatan itu.

Beliau memiliki kesenangan khusus dalam menghadiri berbagai majelis kebaikan yang penuh dengan barokah, terutama pada majelis haul para Sadah Alawiyyin. Rasa cinta beliau terhadap para Haba'ib (para cucu-cucu Rosul) membawa kedekatan beliau dan decak kagum yang tinggi, Kyai Achmad Djufri sang pecinta sejati para Dzurriyah Nabi.Sungguh tak ber-lebihan kiranya jika sebagian Sadah Alawiyyin di Makkah Al-Mukarromah seperti Al-Habib Hasan Fad'ak, Al-Habib Muhammad bin Alawiy Al-Malikiy memberi julukan "Salman ahlul-bait" setiap kali beliau berkunjung. Beliau disambut dengan ucapan; "marhaban ya Salman ahlul-bait".

Bahkan di sela-sela kepadatan waktunya, setiap hari beliau tidak pernah lepas untuk selalu membaca shalawat dan  mengumandangkan sya'ir-sya'ir indah berisikan pujian terhadap Nabi, yang terangkum dalam kitab Burdah karya Imam Al-Busiriy r.a. sehingga Mbah Kyai Imam Sarang Rembang Jateng memberi julukan "Kyai Burdah" ketika berjumpa dengan beliau di tanah suci Mekkah. Beliau menikah dengan Khodijah, putri bungsu Al-Maghfurlah KH.Aly Murtadlo (pendiri Pondok Pesantren Besuk). Beliau dikaruniai tujuh anak, empat diantaranya meninggal sebelum menikah.

Pengasuh Generasi IV Pondok Besuk Pasuruan
            Sepeninggal KH.Masyhadi (menantu KH. Subadar), KH. Achmad Djufri menjadi  pengasuh pondok pesantren Besuk, Sebelum pindah ke besuk untuk meneruskan sebagai pengasuh Pondok Peasantren Besuk,  KH. Achmad Djufri adalah termasuk satu di antara para pejuang kota Pasuruan yang dijadikan target operasi oleh tentara penjajah Belanda, Rumah beliau bahkan dikepung dan dikuasai. Akhirnya beliau didampingi oleh Kyai Zahid (kakak ipar) hijrah ke pondok Besuk.

Konon KH. Achmad Djufri diberangkatkan dengan kendaraan cikar  (pedati) yang dipenuhi dengan muatan kayu, Beliau disembunyikan berada dalam tumpukan kayu itu. Di tengah perjalanan menuju Besuk, tepatnya di Pleret depan markas belanda, cikar itu dihentikan tentara Belanda  dan digeledah, karena dalam cikar dipenuhi tumpukan kayu, tentara Belanda enggan memeriksa ke dalam, tapi mereka tidak mau ambil resiko; kyai Zahid yang mengendalikan cikar itu disuruh turun, kemudian cikar itu diberondong dengan peluru. Setelah mereka puas kyai Zahid dipersilahkan meneruskan perjalanannya kembali.
Sesampainya di Pondok Besuk apa yang terjadi? Al-Hamdulillah kyai Achmad Djufri selamat dan tidak tergores sedikitpun.

Merintis Bacaan Rotib  Al-Haddad Untuk Santri
Ketika kita memasuki area Pondok Besuk, pada  setiap waktu isya' tiba, akan selalu terdengar bacaan Rotib Al-Haddad yang dibaca oleh para santri. Rotib Al-Haddad telah menjadi ciri khas di pondok Besuk dan setia mengiringi malam-malam Besuk selama lebih dari 40 tahun. KH.Achmad Djufri pengasuh pertama yang mengenalkan bacaan Rotib Al-Haddad pada para santri. Beliau memperoleh ijazah Rotib Al-Haddad dari al-Habib Ja'far bin Syaykhon Assegaf tokoh habaib Pasuruan kelahiran Yaman yang kemudian menetap dan dimakamkan di kota Pasuruan.

Wafatnya Sang Pemimpin
Di usia senjanya beliau masih tetap istiqomah mengajar para santri dan da'wah ke pelosok desa. Beliau  membagi waktunya sebagian untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah SWT, sebagian lagi untuk berkhidmat kepada Pondok Pesantren, dan sebagian lagi beliau habiskan waktunya untuk melayani umat dan jam'iyah NU. Aktivitas dakwah dan mengajar terus beliau jalani sampai menjelang akhir hayatnya, Pada hari jum'at malam sabtu tgl 6 Dzulqo'dah 1401 H. atau bertepatan tahun 1981 M. KH.Achmad Djufri berpulang ke rahmatullah. Beliau dimakamkan di komplek pemakaman masjid jami' Pasuruan bersanding dengan para ulama dan habaib.Peringatan haul KH.Ahmad Djufri rutin dilaksanakan pada hari ahad minggu pertama bulan Dzulqo’dah.

0 komentar:

Posting Komentar