This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
27 April 2013
Sabtu, April 27, 2013
Unknown
Kebangkitan
Bangsa
Sejarah
keberagamaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari budaya yang telah mengakar
pada urat nadi masyarakat Indonesia, sejarah panjang bangsa indonesia telah
menunjukkan keberhasilan walisongo dalam mengemban tugas da’wah dengan
mengunakan pendekatan-pendekatan yang dapat diterima dengan mudah oleh
masyarakat Nusantara.
Penjajahan
mengakibatkan keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami
bangsa Indonesia, akibat menjadi problemtika yang secara estafet berlangsung
lama, hingga menggugah kesadaran semangat nasionalisme untuk
bangkit.Kebangkitan nasional pada tahun 1908 menjadi embrio lahirnya
semangat-semangat baru hingga menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk
memperjuangkan martabat bangsa ini melalui jalan pendidikan dan organisasi.
Kaum pelajar yang muncul dari pesantren juga tak lepas turut andil untuk
menjadi bagian dari semangat kebangkitan ini, hingga muncullah Nahdlatul wathan
yang dimotori oleh KH Wahab Hasbullah dan Kyai Raden Mas Mansur.
Sebelumnya
Kyai Wahab juga telah mendirikan Sarekat Islam cabang mekkah ketika beliau
sedang belajar disana, lantas terjadi perang dunia I pada tahun 1914
berpengaruh pada stabilitas organisasi tersebut. lantas KH Wahab pulang
mendirikan Nahdlatul tujjar (kebangkitan kaum saudagar ) Pada tahun berikutnya
1918 beliau pindah ke surabaya mendirikan kelompok Taswirul
Afkar/konseptualisasi pemikiran atau dikenal juga dengan "Nahdlatul
Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik
kaum dan keagamaan kaum santri.sebagai langkah konkrit dari taswirul afkar
kemudian muncul madrasah Nahdlatul Wathan, madrasah Nahdlatul Wathan mempunyai
cabang di beberapa kota hingga bermuncullan madrasah serupa dengan nama
hidayatul wathan, far’ul Wathan. Istilah Wathan yang berarti “bangsa”,
merupakan pilihan nama sebagai salah satu bukti jiwa nasionalisme yang
timbul pada saat itu.
Daulah
Utsmaniyah
Pada
Februari 1924, pemerintahan Kemalis Republik Turki menghapuskan jabatan
Khalifah (khilafah). Hal ini memberikan dorongan kepada pembicaraan tentang
teori politik Islam dan upaya-upaya untuk membangun institusi-institusi
pan-Islami yang baru. Para penguasa Daulah Utsmaniyah di Istanbul sudah sejak
abad ke-19 menyandang gelar sultan dan khalifah; gelar khalifah menunjukkan
klaim mereka sebagai pengganti Nabi dan karena itu merupakan kewenangan
tertinggi atas seluruh dunia muslim. Pada akhir abad ke-19, klaim ini, walaupun
meragukan jika ditinjau berdasarkan fakta-fakta sejarah, diakui oleh kebanyakan
umat Islam di Asia Selatan dan Tenggara maupun Timur Tengah.
Pada akhirnya kekuasaan berhembus ke Mekkah, walaupun seacara De facto tidak
seperti sesungguhya kekuasan Daulah-daulah sebelumnya, namun letak kawasan ini
ditunjang dengan keberadaan aktivitas haji yang di langsungkan di tempat
tersebut, memberikan dampak yang terasa pada kaum muslim di Negara-negara lain,
hingga pada akhirnya Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab
Wahabi di Mekkah, hal ini mendapat tanggapan keras dari kalangan pesantren yang
selama ini membela keberagaman, kalangan pesantren di Indonesia khususnya
menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban yang
direncanakan oleh raja Saud. Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan
pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun
1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam
Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan
mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim
Asy'ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.
Didorong
oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap
pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat
delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab
Hasbullah bersama Syekh Ahmad Ghonaim (mesir) dan Kyai Asnawi (kudus) dengan
dukungan penggalangan dana dari H Hasan Gipo dan H Burhan utusan Komite Hejaz
akhirnya diberangkatkan.
Atas
desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan
dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan
niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai
dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan
pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan
berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Nahdlatul
Ulama
Setelah
Komite Hijez menjalankan tugasnya, maka muncullah inisiatif terhadap
pembentukan organisasi yang meneruskan konsep dan pikiran-pikiran
kalangan pesantren pada saat itu, hingga akhirnya terbentuklah organisasi
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) berdiri pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari
1926). Dalam rapat para pengagas yang dilaksanakan di kertopaten Surabaya
muncullah nama organisasi (Nahdltul Ulama) yang sampai hari ini kita kenal,
nama tersebut pertama di usulkan oleh KH Mas Alwi bin Abdul Azis yang istilah
tersebut pernah disampaikan oleh Kyai Abdul Hamid pimpinan pesantren Sedayu
gresik, menurut Gus Dur istilah tersebut mendapat inspirasi dari Maqolah Syekh
Ibn Atho’illah Al isskndari dalam kitab Syarah Hikam :
لاتصحب من لم ينهضك
حاله ولا يدلك على الله مقاله
Jangan
engkau jadikan teman orang yang tingkah dan perkataannya tidak membangkitkan dan menunjukkan terhadap ALLAH.
Nahdlatul Ulama di pimpin oleh Rais Akbar pertama Yaitu KH Hasyim Asyari serta
ketua Tanfidz pada saat itu H Hasan Gipo, organisasi ini juga didukung oleh
ulama-ulama pada saat itu diantaranya Kyai Ahyat (kebondalem), Kyai Mas Alwi
Bin Abdul Aziz, Kyai Wahab Hasbullah, Kyai Mas Nawawi (pasuruan) Kyai Bisri
syamsuri, Kyai Abdullah Faqih maskumambang (Gresik), Kyai Asnawi (kudus), Kyai
Dahlan Abdul kohar (mojokerto), Kyai Raden Muntoha (madura), serta sederet nama
Kyai yang tidak tersebut.
Selanjutnya
untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari
merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab
I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan
dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam
berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
NU
dan Perjuangan Bangsa.
Perjalanan
bangsa Indonesia seiring dengan terjadinya penjajahan memberikan ruang yang
jelas terhadap bukti dan komitmen kebangsaan terhadap para pejuang dan
patriot-patriot bangsa. NU yang diisi oleh putra-putra bangsa dari kalangan
pesantren juga tak kalah telah memberikan sumbangsih yang besar pada perjuangan
mempertahankan tanah air, walaupun tak tercatat secara jelas di buku-buku
sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, para kyai dan generasi dari
kalangan pesantren ini telah mampu membuktikan jiwa nasionalismenya, kita
tengok saja diantaranya ketika muktamar NU tahun 1935 di Banjarmasin
menghasilkan consensus terhadap kewajiban membela tanah air meskipun dibawah kekuasaan
pemerintah hindia belanda, karena para ulama berpendapat meski saat itu
Indonesia berada dibawah kekuasaan hindia belanda, namun masyarakat muslim
menjadi sebuah komunitas yang harus dilindungi meskipun berada pada entitas
Negara tidak berasas islam.
Pada
tahun 1937 Kyai wahab, Kyai dahlan (kebon dalem) dan Kyai Mas Mansur serta
beberpa tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama mempelopori pembentukan majelis Islam
A’la yang menuntut Indonesia untuk berparlemen. Seiring dengan
pembentukan majelis Islam A’la, nahdlatul ulama juga mendirikan badan waqaf
yang menangani harta Waqaf untuk mengurusi kepentingan social Nahdlatul ulama,
atas prakarsa ketua Tanfidz PBNU Kyai Mahfud Sidiq pada saat itu juga
dibentuk badan-badan koperasi yag disebut syirkah mu’awanah yang tersebar
pada cabang NU pada saat pemerintahan Hindia Belanda . Pada Muktamar ke
13 di Menes (Banten) NU membentuk lembaga pendidikan Ma’arif yang diketuai oleh
Kyai Wahid Hasyim.
Pada
saat penjajahan jepang, Para tokoh-tokoh NU juga memberikapan sikap yang jelas
terhadap penyimpangan-penyimpangan kebijakan pemerintah jepang diantaranya
ketika pemberlakuan kebijakan membunkukkan badan 90 derajat pada kaisar jepang
tenoheka yang dianggap sebagai manefistasi keturunan dewa matahari, Kyai Hasyim
Menolak keras kebijakan tersebut hingga beliau dan beberapa Ulama NU yang lain
ditangkap kemudian dijebloskan kedalam penjara di mojokerto kemudian di pindah
Kepenjara Bubutan Surabaya selama Kurang lebih selama 6 bulan, Pada saat
dipenjara, Kyai Hasyim juga mendapatka perlakuan keras dari jepang hingga
pernah tangan beliau yang kiri di pukul hingga memar hancur tidak bisa
digerakkan, Reaksi keras kemudian dating dari para ulama, berkat jasa Kyai
Wahab dan Kyai Wahid Hasyim akhirnya Kyai Hasyim dibebaskan, setelah Kyai
Hasyim keluar dari penjara, beberapa kali pemerintah Jepang menawarkan jabatan
kepada beliau, Namun beliau menolak tawaran Tersebut.
Pada
Perang 10 November di Surabaya, Bung Tomo juga mendapatkan Inspirasi dan
dukungan penuh dari tokoh-tokoh NU, karena sebelumnya tepatnya pada tanggal
21-22 Oktober, Kyai dan Ulama Se jawa dan Madura Bekumpul di bubutan
Surabaya yang menghasilkan fatwa Jihad, dari resolusi jihad yang ditanda
tangani Kyai hasyim ini muncullah patriot-patriot yang berasal dari santri yang
tergabung dalam lascar-laskar pembela kemerdekaan diantaranya Laskar Hizbullah
pimpinan kyai Zainul Arifin,Laskar Sabilillah pimpinan kyai maskur , dan
lascar Condromowo Kyai munasir Ali (mojokerto). Dari Markas besar Oelama yang
terletak di daerah Waru Sidoarjo para ulama melakukan konsolidasi dan
menyaipkan logistic perang, Hasilnya pada tanggal 10 November belanda dan
sekutunya tidak mampu menguasai tanah air khusunya Surabaya, meskipun
para ulama dan tokoh pesantren yang menjadi inspirasi semangat dan gigihnya
perjuangan pada 10 november tidak tertuliskan dalam sejarah, namun jiwa
nasionalisme yang mereka miliki telah membuktikan bahwa NU dan bangsa Indonesia
mempunyai pengalaman sejarah yang nyata, resolusi jihad yang dikeluarakan oleh
NU adalah fatwa jihad pertama yang berlaku pada Negara yang tidak berasaskan
Islam. Selanjutnya peran para tokoh NU juga bisa kita lihat pada penumpasan
Gerakan 30 SPKI, dan juga pembelaan terhadap tanah air melalui gerakan-gerakan
fisik dan pemikiran.
Pesantren
dan karya ulama
Pondok
pesantren panji buduran sidoarjo didirikan tahun 1850, dipesantren ini para
ulama NU menggali ilmu, diantranya Kyai HasyimAsyari, Kyai Bisri Samsuri, Kyai
Umar (jember), Kyai Samsul arifin (asembagus), Syaikhona Kholil
(Bangkalan,Madura). Syaikhona Kholil yang merupakan guru dari bebrapa Ulama
khususnya dijawa telah mengantarkan para ulama meneruskan silsilah keilmuan
yang dikembangkan lewat pesantren-pesantren, beberapa kitab-kitab yang menjadi
literatur pesantren adalah kitab yang berskala international, hingga tak jarang
banyak alumni pesantren yang meneruskan pendidikan ditimur tengah dapat
beradaptasi dengan cepat, selain itu karya-karya ulama juga banyak yang menjadi
literatur dan dikenal dinegara lain diantaranya : Kitab Sirajut Tholibin Syarah
Minhajul abidin (al-Ghozali) Yang dikarang oleh kyai Ihsan Jampes (kediri)
menjadi litertur diperguruan tinggi Al-Azhar Mesir , Syek Nawawi yang berkarya
dalam Tafsir An-nur, Kyai Mahfudz (Tremas) yang kitabnnya tentang Mustolah
Hadis juga menjadi literature Di Al-azhar Mesir,
Itulah
sejarah singkat Nahdlatul Ulama yang mengalami sejarah panjang bersama bangsa
Indonesia.
Oleh; M. Ulil Abshor As Sibthy
24 April 2013
Rabu, April 24, 2013
Unknown
Pasuruan yang dahulu disebut Gembong merupakan
daerah yang cukup lama dikuasai oleh raja-raja Jawa Timur yang beragama Hindu.
Pada dasawarsa pertama abad XVI yang menjadi raja di Gamda (Pasuruan) adalah
Pate Supetak, yang dalam babad Pasuruan disebutkan sebagai pendiri ibukota
Pasuruan.
Menurut
kronik Jawa tentang penaklukan oleh Sultan Trenggono dari Demak, Pasuruan
berhasil ditaklukan pada tahun 1545. Sejak saat itu Pasuruan menjadi kekuatan
Islam yang penting di ujung timur Jawa. Pada tahun-tahun berikutnya terjadi
perang dengan kerajaan Blambangan yang masih beragama Hindu-Budha. Pada tahun
1601 ibukota Blambangan dapat direbut oleh Pasuruan.
Pada
tahun 1617-1645 yang berkuasa di Pasuruan adalah seorang Tumenggung dari
Kapulungan yakni Kiai Gede Kapoeloengan yang bergelar Kiai Gedee Ddrmoyudho I.
Berikutnya Pasuruan mendapat serangan dari Kertosuro sehingga Pasuruan jatuh
dan Kiai Gedee Kapoeloengan melarikan diri ke Surabaya hingga meninggal dunia
dan dimakamkan di Pemakaman Bibis (Surabaya).
Selanjutnya
yang menjadi raja adalah putra Kiai Gedee Dermoyudho I yang bergelar Kiai Gedee
Dermoyudho II (1645-1657). Pada tahun 1657 Kiai Gedee Dermoyudho II mendapat
serangan dari Mas Pekik (Surabaya), sehingga Kiai Gedee Dermoyudho II meninggal
dan dimakamkan di Kampung Dermoyudho, Kelurahan Purworejo, Kota Pasuruan. Mas
Pekik memerintah dengan gelar Kiai Dermoyudho (III) hingga meninggal dunia pada
tahun 1671 dan diganti oleh putranya, Kiai Onggojoyo dari Surabaya (1671-1686).
Kiai
Onggojoyo kemudian harus menyerahkan kekuasaanya kepada Untung Suropati. Untung
Suropati adalah seorang budak belian yang berjuang menentang Belanda, pada saat
itu Untung Suropati sedang berada di Mataram setelah berhasil membunuh Kapten
Tack. Untuk menghindari kecurigaan Belanda, pada tanggal 8 Februari 1686,
Pangeran Nerangkusuma yang telah mendapat restu dari Amangkurat I (Mataram)
memerintahkan Untung Suropati berangkat ke Pasuruan untuk menjadi adipati
(raja) dengan menguasai daerah Pasuruan dan sekitarnya. Untung
Suropati menjadi raja di Pasuruan dengan gelar Raden Adipati Wironegoro. Selama
20 tahun pemerintahan Suropati (1686-1706) dipenuhi dengan
pertempuran-pertempuran melawan tentara Kompeni Belanda. Namun demikian dia
masih sempat menjalankan pemerintahan dengan baik serta senantiasa
membangkitkan semangat juang pada rakyatnya.
Pemerintah
Belanda terus berusaha menumpas perjuangan Untung Suropati, setelah beberapa
kali mengalami kegagalan. Belanda kemudian bekerja sama dengan putra Kiai
Onggojoyo yang juga bernama Onggojoyo untuk menyerang Untung Suropati. Mendapat
serangan dari Onggojoyo yang dibantu oleh tentara Belanda, Untung Suropati
terdesak dan mengalami luka berat hingga meninggal dunia (1706). Belum
diketahui secara pasti dimana letak makam Untung Suropati, namun dapat ditemui
sebuah petilasan berupa gua tempat persembunyiannya pada saat dikejar oleh
tentara Belanda di Pedukuhan Mancilan, Kota Pasuruan.
Sepeninggal
Untung Suropati kendali kerajaan dilanjutkan oleh putranya yang bernama Rakhmad
yang meneruskan perjuangan sampai ke timur dan akhirnya gugur di medan
pertempuran (1707).
Onggojoyo
yang bergelar Dermoyudho (IV) kemudian menjadi Adipati Pasuruan (1707). Setelah
beberapa kali berganti pimpinan pada tahun 1743 Pasuruan dikuasai oleh Raden
Ario Wironegoro. Pada saat Raden Ario Wironegoro menjadi Adipati di Pasuruan,
yang menjadi patihnya adalah Kiai Ngabai Wongsonegoro.
Suatu
ketika Belanda berhasil membujuk Patih Kiai Ngabai Wongsonegoro untuk
menggulingkan pemerintahan Raden Ario Wironegoro. Raden Ario dapat meloloskan
diri dan melarikan diri ke Malang. Sejak saat itu seluruh kekuasaan di Pasuruan
dipegang oleh Belanda. Belanda menganggap Pasuruan sebagai kota bandar yang
cukup penting sehingga menjadikannya sebagai ibukota karesidenan dengan
wilayah: Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten
Bangil.
Karena
jasanya terhadap Belanda, Kiai Ngabai Wongsonegoro diangkat menjadi Bupati
Pasuruan dengan gelar Tumenggung Nitinegoro. Kiai Ngabai Wongsonegoro juga
diberi hadiah seorang putri dari selir Kanjeng Susuhunan Pakubuono II dari
Kertosuro yang bernama Raden Ayu Berie yang merupakan keturunan dari Sunan
Ampel, Surabaya. Pada saat dihadiahkan, Raden Ayu Berie dalam keadaan hamil,
dia kemudian melahirkan seorang bayi laki-laki yang bernama Raden Groedo. Saat
Kiai Ngabai Wongsonegoro meninggal dunia, Raden Groedo yang masih berusia 11
tahun menggantikan kedudukannya menjadi Bupati Pasuruan dengan gelar Kiai
Adipati Nitiadiningrat (Berdasarkan Resolusi tanggal 27 Juli 1751).
Adipati
Nitiadiningrat menjadi Bupati di Pasuruan selama 48 tahun (hingga 8 November
1799). Adipati Nitiadiningrat (I) dikenal sebagai Bupati yang cakap, teguh
pendirian, setia kepada rakyatnya, namun pandai mengambil hati Pemerintah
Belanda. Karya besarnya antara lain mendirikan Masjid Agung Al Anwar
bersama-sama Kiai Hasan Sanusi (Mbah Slagah).
Raden
Beji Notokoesoemo menjadi bupati menggantikan ayahnya sesuai Besluit tanggal 28
Februari 1800 dengan gelar Toemenggoeng Nitiadiningrat II. Pada tahun 1809,
Toemenggoeng Nitiadiningrat II digantikan oleh putranya yakni Raden Pandjie
Brongtokoesoemo dengan gelar Raden Adipati Nitiadiningrat III. Raden Adipati
Nitiadiningrat III meninggal pada tanggal 30 Januari 1833 dan dimakamkan di
belakang Masjid Al Anwar. Penggantinya adalah Raden Amoen Raden Tumenggung Ario
Notokoesoemo dengan gelar Raden Tumenggung Ario Nitiadiningrat IV yang
meninggal dunia tanggal 20 Juli 1887. Kiai Nitiadiningrat I sampai Kiai
Nitiadiningrat IV lebih dikenal oleh masyarakat Pasuruan dengan sebutan Mbah
Surga-Surgi.
Pemerintahan
Pasuruan sudah ada sejak Kiai Dermoyudho I hingga dibentuknya Residensi
Pasuruan pada tanggal 1 Januari 1901. Sedangkan Kotapraja (Gementee) Pasuruan
terbentuk berdasarkan Staatblat 1918 No.320 dengan nama Stads Gemeente Van
Pasoeroean pada tanggal 20 Juni 1918.
Sejak
tanggal 14 Agustus 1950 dinyatakan Kotamadya Pasuruan sebagai daerah otonomi
yang terdiri dari desa dalam 1 kecamatan. Pada tanggal 21 Desember 1982
Kotamadya Pasuruan diperluas menjadi 3 kecamatan dengan 19 kelurahan dan 15
desa. Pada tanggal 12 Januari 2002 terjadi perubahan status desa menjadi
kelurahan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2002, dengan demikian
wilayah Kota Pasuruan terbagi menjadi 34 kelurahan. Berdasarkan UU no.22 tahun
1999 tentang Otonomi Daerah terjadi perubahan nama dari kotamadya menjadi kota
maka Kotamadya Pasuruan berubah menjadi Kota Pasuruan.
Oleh; Moch Oelil Abshor As Sibthi
Rabu, April 24, 2013
Unknown
Pondok Pesantren Besuk adalah salah satu Pondok Salaf di Pasuruan Jawa Timur, Pondok salaf ini mengajarkan beberapa Ilmu Agama secara mendalam dengan sistem pendidikan Salaf (bandungan, sorogan, musyawaroh, muroja’ah, bahtsul masa’il, khithobah, qiro’ah, tahfidzul qur’an dan sekolah). Didirikan pada th 1881 M.(1299 H.). Besuk adalah nama dari hutan belantara yang dibabat (dibuka) oleh mendiang KH. Aly Murtadlo, masyarakat sekitar menyebut daerah ini dengan sebutan Alas Besuk. Area Besuk ini berlokasi didesa Tanggulangin kec. Kejayan kab. Pasuruan Jawa Timur, ± 7 km arah selatan dari kota Pasuruan menuju Malang. Luas area Besuk ± 12 hektar. yakni area yang dikelilingi sungai ditambah utara jalan raya sampai dengan 50 meter kebarat Gapura besuk, dan area ini hanya dihuni oleh Dzurriyah KH Aly Mutradlo dan para santri.
Periode I tonggak sejarah dan pondasi masa depan Pondok Besuk itu diketahui telah di bangun pada tahun 1299H. / 1881M. oleh Hadrotussyeh KH. Aly Murtadlo. Pada tahun itulah secara resmi ditetapkan sebagai tahun kelahiran Pondok Pesantren Besuk, dan Hadrotussyeh KH. Aly Murtadlo sebagai muassis (pendiri) sekaligus pengasuh yang pertama. Selama 40th. Generasi kedua terjadi antara tahun 1339 H. /1921 M. Pondok Pesantren Besuk diasuh oleh KH. Badar, (KH. Baqir) selama 21th, didampingi oleh kiai Mas Ahmad Zahid. Diperiode II ini menghasilkan banyak jebolan ahli falaq.
Periode III
antara tahun 1362 H / 1942 M. Nahkoda PP. Besuk dipegang oleh KH.
Masyhadi yang didampingi Kiai Mas Ahmad Zahid, Kiai Mas Aly Baqir, Kiai
Mas Mahfudz, Kiai Mas Ahmad Mutamakkin. Diperiode ini PP. Besuk lebih
berkosentrasi pada perjuangan melawan para agresor. Dan pada akhirnya,
pipa besi laras panjang mengantar kematiannya, setelah beliau menjadi
pengasuh Pondok Besuk periode III, selama lima tahun saja.
Periode
IV pada tahun 1367 H / 1947 M. Pengasuh PP. Besuk adalah KH. Ahmad
Djufri selama 34th, (1947-1981). pada awal periode IV ini, beliau
didampingi Kiai Mas Ahmad Zahid, Kiai Mas Aly Baqir, Kiai Mas Mahfudz,
Kiai Mas Ahmad Mutamakkin. Dimasa ini PP. Besuk masih eksis terlibat
dalam perang mempertahankan kemerdekaan RI.Baru ditahun-tahun berikutnya
PP. Besuk mulai berkosentrasi membangun sarana dan prasarana Pondok
Pesantren dan mengalami kemajuan yang signifikan mulai dari sistim
pendidikan belajar mengajar, setruktur kepengurusan dan fasilitas hunian
santri.
Diera 60an – 80an Beliau dibantu oleh beberapa keponakan
dan menantunya dalam operasional proses belajar mengajar di Besuk.
Mereka adalah Kyai Aly Baqir (semenjak tahun 1947), Kyai Achmad
Mutamakkin (semenjak tahun 1947), Kyai Abdullah Thohir (semenjak tahun
1959) Kyai Suchaimi Muchsin (semenjak tahun 1960), Kyai Chamzah Achmad
(semenjak tahun 1962), Kyai Muchammad Subadar (semenjak tahun 1961 namun
tahun berikutnya beliau hanya berkosentrasi keorganisasi IPNU sejak
1964-1967. Baru pada tahun 1967 beliau kembali membantu mengurus Pondok
Besuk), Kyai Munir Aly (semenjak tahun 1967-1979), dan Kyai Anshor
Ghozali (semenjak tahun 1967) Kiai Jusbaqir (tahun 1970-1971) dan
beberapa santri senior lainnya.
Sedangkan para keluarga putri dikosentrasikan untuk terjun langgsung menangani Pondok putri, diantara mereka adalah Ibu Nyai Chumaidah, Ibu Nyai Asiyah, Ibu Nyai Zainab, Ibu Nyai Chalimah, Ibu Nyai A'isah. Dengan bekerja sama saling membahu mencanangkan pembangunan Pondok dan Madrasah putra putri.
Sedangkan para keluarga putri dikosentrasikan untuk terjun langgsung menangani Pondok putri, diantara mereka adalah Ibu Nyai Chumaidah, Ibu Nyai Asiyah, Ibu Nyai Zainab, Ibu Nyai Chalimah, Ibu Nyai A'isah. Dengan bekerja sama saling membahu mencanangkan pembangunan Pondok dan Madrasah putra putri.
Pada
periode IV inilah Pondok Besuk melangkah lebih berani memperkenalkan dan
mengaktualisasikan sistim pendidikan modern-klasikal yang pernah
ditanamkan oleh mendiang Kyai Masyhadi namun tidak direalisasikan dengan
optimal karna berkecamuknya perang melawan Belanda. Meski terlihat
sederhana, lahirlah Madrasah Ibtida'iyah dengan masa pendidikan 6 tahun
yang diresmikan Hadratussyekh KH. Achmad Djufri pada tanggal 12 Agustus
1961 M. dengan nama Madrasah Raudlatul Ulum KH. Suchaimi Muchsin
diangkat menjadi kepala Madrasah putra. Dan kepala Madrasah putri
dipegang oleh Ibu Nyai Hj. Chumaidah. Pertengaan tahun 1386 H./ 1966
M., angkatan pertama murid Madrasah Raudlatul Ulum Besuk telah
menamatkan pendidikannya. Kyai Aly Baqir bersama Bpk. Abdurrochman
Syakur ber inisiatif mencanangkan pendidikan lanjutan, guna memberi
wadah bagi para santri yang masih haus akan pengajaran para masyayikh.
Pada tahun 1967, Pondok Besuk melangkah lebih progresif dengan
berdirinya Madrasah lanjutan; Madrasah Mu'allimin. Yang dikepalai KH.
Muhammad Subadar. Lulusan pertama Madrasah Mu’allimin 3th. Pada
tahun 1970M. tiga tahun kemudian (1973) dicanangkan program peraktek
mengajar bagi kelas akhir (4th.) untuk meningkatkan mutu, dan diwajibkan
bagi mereka yang lulus tes (kls 4 M), melaksanakan tugas mengajar
selama satu tahun sebagai persyaratan mendapat ijazah. Tahun 1981M.
sekolah Mu’allimin menjadi 5th. + tugas mengajar 1th. Berarti masa
pendidikan Mu’allimin 6 tahun.Kemudian, diikuti dari sebuah
perkembangan, KH. Muchammad Subadar mendorong lahirnya Madrasah
Mu’allimat yang diresmikan pada tanggal 3 januari 1971 M.
Periode V
pada tahun 1401 H / 1981 M. Pondok Besuk dan Madrasah “Raudlatul Ulum”
diasuh oleh tiga orang. Mereka adalah KH. Muhammad Subadar, KH. Ahmad
Mutamakkin dan KH. Chamza Ahmad. Dan usia PP. Besuk genap 100 tahun
ketika wafatnya KH. Ahmad Djufri.Sedangkan yang membantu kepengurusan PP
Besuk dan Madrasah Raudlatul ulum adalah: KH. Suchaimi Muchsin, KH.
Abdulloh Thohir, Kyai Mas Anshor Ghozali. Mereka semua bertanggung jawab
sebagai pengurus Pondok Pesantren Besuk dan Madrasah Roudlatul Ulum
Besuk putra putri generasi V secara keseluruhan.
Sedangkan yang
menangani langsung mengurus pondok putri adalah ibu nyai Hj. Chumaidah,
ibu nyai Hj. Asiyah yang di bantu oleh keluarga putri Besuk yang lain
termasuk para pemudinya dan beberapa seniorita santriwati. Tak
ketinggalan juga para pemuda Besuk dan beberapa santri seniornya
membantu menangani pondok putra. Di abad ke 21 ini pengasuh PP. Besuk
putra-putri adalah KH. Muhammad Subadar. Dan yang menangani Pondok dan
Madrasah putra secara langsung atau yang disebut dengan Mudir adalah KH.
Abdullah Zaini. Mudir Pondok dan Madrasah Putri Ibu Nyai. Hj.
Chumaidah. Pada tahun 2005 M. Masa pendidikan Madrasah Mu’allimat
menjadi 6 tahun yang disamakan dengan masa pendidikan Madrasah
Mu’allimin yakni sampai dengan kelas 5 + 1 th tugas mengajar. Usia
PP.Besuk sampai tahun 20011 ini adalah 131 tahun.
Pendidikan Non Formal
Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara klasikal dengan menggunakan kurikulum salafi. madrasah ini bersifat klasikal artinya para siswa di klasifikasikan berdasarkan kemampuan mereka masing-masing sekaligus juga menjawab masalah kesenjangan kemampuan diantara para santri pondok pesantren Besuk. Pendidikan ini menekankan pentingnya pemahaman akan kebutuhan santri dan cara pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat dengan menggunakan potensi yang ada di masyarakat yang sesuai dengan akidah ahkussunnah wal jamaah. Disamping itu, para santri juga dibekali dengan ilmu-ilmu alat seperti Nahwu dan Shorof agar nantinya para santri dapat memahami kitab kuning secara mandiri dan mampu mengembangkan pendidikan selama berada di pondok pesantren.
Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara klasikal dengan menggunakan kurikulum salafi. madrasah ini bersifat klasikal artinya para siswa di klasifikasikan berdasarkan kemampuan mereka masing-masing sekaligus juga menjawab masalah kesenjangan kemampuan diantara para santri pondok pesantren Besuk. Pendidikan ini menekankan pentingnya pemahaman akan kebutuhan santri dan cara pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat dengan menggunakan potensi yang ada di masyarakat yang sesuai dengan akidah ahkussunnah wal jamaah. Disamping itu, para santri juga dibekali dengan ilmu-ilmu alat seperti Nahwu dan Shorof agar nantinya para santri dapat memahami kitab kuning secara mandiri dan mampu mengembangkan pendidikan selama berada di pondok pesantren.
Tingkat pendidikan di Pondok Besuk ini mulai berjenjang dari tingkat Ibtidaiyah (6 tahun), tingkat Tsanawiyah (3 tahun) dan tingkat Aliyah (3 tahun). Sementara untuk pendidikan formal yakni pendidikan formal berijazah Nasional (Wajardikdas). Sejalan dengan tujuan awal, kegiatan ini diatur dengan tidak merubah system pendidikan dan kegiatan pondok pesantren yang selama ini sudah berjalan. Dalam menerapkan pendidikan sebagaimana di atas pengurus Program Wajar Dikdas telah menetapkan jadwal kegiatan ini dilaksanakan pada waktu pagi dan siang 2 hari dalam seminggu, hal ini dikarenakan Proses pembelajaran Madrasah Diniyah dilaksanakan pagi dan siang selain itu karena terdapat kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan pagi selain hari sabtu dan ahad, sehingga siswa yang sekolah di madrasah diniyah pada pagi hari wajib mengikuti pembelajaran dalam program ini yang dilaksanakan siang, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, santri pondok pesantren dapat mengikuti program Wajar Dikdas tanpa mengurangi aktifitas pondok pesantren. Secara umum, program ini terbagi menjadi dua jenjang, yaitu program ULA atau setingkat Sekolah Dasar (SD), program Wustho atau setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) program Wustho ditempuh selama 3 tahun.
Untuk membekali santri, setiap santri diwajibkan menempuh pendidikan khas pesantren yakni Tahfidzul Qur’an, Ta’limul Qur’an, Qiroatul Qur’an bit Tartil Wat Taghonni, Belajar al-Qur’an dengan Metode Yanbu'a, Kursus Mu’allim Al Qur’an, dan Pengajian Kitab Kuning, Sorogan, Setoran Hafalan dan Halaqoh. Untuk menunjang ketrampilan agar santri bisa mampu dan siap berkiprah di masyarakat, para santri bisa memilih pendidikan ketrampilan pesantren seperti seni Hadrah, khitobah, Kursus Kaligrafi, Kursus Komputer, Kursus Bahasa Arab dan Bahasa Inggris dan seni Bela Diri.
Pengajian kitab kuning secara
terjadwal bisa diikuti oleh santri-santri yang telah menempuh kitab-kitab yang
dipersyaratkan. Adapun jenis pengajian kitab kuning di pagi hari antara lain
Kitab Tafsir Jalalain (diasuh oleh KH Muhammad Subadar), Al-Mahalli (diasuh
oleh KH Muhammad Subadar), Nashaih Ad Diniyah (diasuh oleh KH. Abdul Chalim),
Al-Muwatho’ (diasuh oleh KH. Abdul Chalim), Shahih Muslim (diasuh oleh KH.
Lukman Hakim), Ihya’ Ulumuddin (diasuh oleh KH. Lukman Hakim), Tausyich Al Ibni
Qosim (diasuh oleh KH. Safrijal), Sedangkan pengajian sore hari yaitu: Ihya’
Ulumuddin (diasuh oleh KH Muhammad Subadar), Fathul Qorib (diasuh oleh KH
Muhammad Subadar). Sementara pada malam harinya para santri bisa mengaji kitab
Bughyatul mustarsyidin karya habib Abdurrochman al-Masyhur (diasuh oleh KH.
Imron Mutamakkin).
Crew; Redaksi
Rabu, April 24, 2013
Unknown
PENA SANTRI merupakan sebuah blog hasil karya santri pondok pesantren Besuk di bawah naungan Perpustakan Pondok Pesantren Besuk. Lahirnya Blog tidak lain agar supaya santri berlomba-lomba untuk selalu
berkarya dengan melalui tulisan. Karena selain santri dituntut untuk
memperdalam ilmu syari'ah di Pondok Pesantren, mereka juga diharuskan untuk
menyebar luaskan ilmu yang mereka dapat. Caranya berbeda-beda, termasuk dengan
melalui karya berupa tulisan. Dengan demikian hadirnya Blog PENA SANTRI ini
sangatlah membantu mereka untuk mengungkapkan isi hati, juga dapat menjadi
sebuah media meyebarkan ilmu yang telah digali di Pondok Pesantren. Media Ini
beranggotakan 14 Orang: Ust. H. Muhammad Aris Alwan (Penasehat), M. Ulil Abshar As Sibthy (PimRed), Abdulloh (Sekretaris), Abdurrochman (Keuangan), Muslich, Achmad Muchammad, Fu'ad Kamilun (Pembantu Umum). Baru-baru ini sekitar sepekan crew redaksi
mempunyai inisiatif ingin membuat blog yang bisa dinikmati oleh masyarakat
umum, karena yang dinamakan dakwah tidaklah hanya ditempat dimana seseorang
tinggal melainkan keseluruh lapisan masyarakat. Dan akhirnya dengan izin dan
rildo Alloh dapatlah terwujud keinginan kami. Semoga dengan terlahirnya Blog PENA SANTRI ini mendapat ridlo dan pertolongan dari Alloh subhanahu wa
ta'ala. Amiiin
Crew; Redaksi
Langganan:
Postingan (Atom)